Program ini mendapat dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi profesi seperti Ikatan Apoteker Indonesia. Mereka menilai bahwa program ini sejalan dengan strategi nasional Integrasi Layanan Primer (ILP) yang mengutamakan layanan kesehatan berbasis komunitas. Dalam beberapa kesempatan, pemerintah daerah seperti di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan telah menyatakan kesiapan mereka mengimplementasikan model apotek desa ini. Bahkan, beberapa desa telah memulai pembangunan dan pelatihan SDM sejak awal tahun 2025. Lebih lanjut, program Apotek Desa yang digagas Presiden Prabowo dinilai dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau hingga ke tingkat desa.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI), Noffendri Roestam mengatakan Program Apotek Desa dituangkan dalam Inpres No. 9 tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai sebuah ide brilian, dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau hingga ke tingkat desa.
Pelaksanaan program apotek desa juga merupakan bagian dari reformasi pelayanan kesehatan berbasis komunitas. Pemerintah menekankan pentingnya skrining kesehatan, edukasi masyarakat, vaksinasi dasar, serta pentingnya peningkatan kapasitas koperasi agar mampu menjalankan fungsi administratif dan manajerial secara optimal. Dengan pelayanan yang lebih dekat dan terjangkau, diharapkan masyarakat desa tidak perlu lagi menempuh jarak jauh ke fasilitas kesehatan di kota kecamatan hanya untuk mendapatkan obat atau layanan dasar.
Pemerintah menyadari adanya sejumlah tantangan pelaksanaan program ini dan terus mengambil langkah progresif untuk mengatasinya. Masih terdapat kekurangan tenaga kefarmasian di banyak wilayah pedesaan, serta minimnya koperasi yang siap menjalankan fungsi administratif dan manajerial di bidang pelayanan kesehatan. Pemerintah terus memperkuat sistem rantai pasok obat agar lebih andal dan berkelanjutan, termasuk koordinasi antarinstansi pemerintah dalam hal regulasi, pengawasan, dan pelaporan layanan.
Pemerintah juga mempertimbangkan masukan dari kalangan ahli kesehatan masyarakat dalam menyempurnakan pelaksanaan program. Sistem digitalisasi juga dinilai perlu segera diterapkan untuk menghubungkan apotek desa dengan puskesmas, dinas kesehatan, dan pusat distribusi farmasi agar layanan menjadi lebih efisien dan transparan. Selain itu, keterlibatan aktif masyarakat desa sebagai pengguna dan pengelola fasilitas ini menjadi kunci keberhasilan dalam jangka panjang.
Secara keseluruhan, inisiatif pembangunan apotek desa merupakan langkah konkret pemerintah dalam mewujudkan keadilan layanan kesehatan dan kemandirian ekonomi desa. Dengan alokasi anggaran yang memadai, dukungan lintas kementerian, serta sinergi antara sektor kesehatan dan koperasi, apotek desa berpotensi menjadi model layanan kesehatan yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan konsistensi dan pengawasan yang baik, program ini diyakini mampu menjadi pilar transformasi kesehatan nasional.
)* Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan