Lebih dari sekadar meluruskan informasi, pendekatan pemerintah ini sekaligus memperlihatkan bahwa pembangunan di wilayah seperti Raja Ampat tidak dapat dilepaskan dari konteks lokal. Setiap keputusan yang diambil mempertimbangkan realitas sosial, ekologis, dan ekonomi yang menyatu dalam satu kesatuan wilayah. Evaluasi yang terus dilakukan, bahkan terhadap perusahaan yang telah mengantongi izin resmi, merupakan bentuk kehati-hatian yang patut diapresiasi.
Pemerintah juga menjalankan prinsip kehati-hatian melalui penerapan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Regulasi ini menegaskan bahwa kegiatan reklamasi dan pemanfaatan wilayah harus mempertimbangkan manfaat teknis, sosial, dan terutama lingkungan. Ini menunjukkan bahwa kerangka hukum nasional telah menyediakan instrumen yang cukup kuat untuk memastikan agar pembangunan tetap berjalan dalam koridor keberlanjutan.
Fakta bahwa pemerintah pusat maupun daerah aktif melakukan kunjungan lapangan dan evaluasi rutin menegaskan bahwa investasi di sektor tambang merupakan sektor yang diatur secara ketat dan diawasi penuh oleh negara. Justru sebaliknya, kebijakan dibangun atas dasar transparansi, akuntabilitas, dan orientasi jangka panjang terhadap keseimbangan ekologis dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Dalam konteks geopolitik dan geostrategis Indonesia sebagai negara kepulauan, tata kelola investasi seperti yang diterapkan di Raja Ampat menjadi model ideal dalam mengintegrasikan kepentingan ekonomi dengan perlindungan lingkungan. Pemerintah menyadari bahwa tantangan dalam pengelolaan sumber daya alam bukan hanya menyangkut eksploitasi, tetapi juga soal bagaimana menjamin keberlanjutan ekosistem demi generasi mendatang.
*) Pegiat Literasi dan Pemerhati Lingkungan Hutan