Kikir, bakhil, tamak membuat sang pemilik enggan mengeluarkan sebagian dari harta miliknya. Padahal Rasulullah saw pernah menekankan “Takutlah kamu sekalian pada sifat kikir, sesungguhnya rusaknya umat sebelum kamu karena sifat kikir ini (H.R. Abu Daud & an-Nasa’i). Solusinya agar tidak tercap sebagai orang kikir dan bakhil adalah tunaikan zakat untuk tazkiyyatun nafs (penyucian hati dan jiwa).
Tazkiyyatun nafs dalam kajian Tasawuf dianggap sebagai cara untuk menggapai taqwa atau dekat kepada Allah swt melalui proses penyucian jiwa dan diri secara total. Jiwa dan diri manusia banyak bersarang perbuatan-perbuatan tercela yang menjadi sebab manusia jauh dari Allah swt. Tazkiyyatun nafs dapat dipahami sebagai cara menyucikan jiwa dan hati dari perbuatan syirik serta derivatifnya antara lain: riya, sombong, kikir, ghibah, namimah, ujub, dan sifat tercela lainnya. Kemudian berusaha mengimplementasikan nilai-nilai ketauhidan serta seluruh sifat positif yang diturunkannya seperti: ikhlas, sabar, syukur, takut, khauf dan raja’, ridha, zuhud, taubat, tawakkal, dan lainnya. Implikasinya, manusia akan berperilaku sebagaimana sifat Tuhan dalam kapasitasnya sebagai seorang hamba yang dilandasi oleh keikhlasan serta penghambaan kepada-Nya dengan penuh ketaatan. Inilah yang dimaksudkan dengan pernyataan Allah swt: ” Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (Q.S. al-Zariyat: 56).
Hubungannya dengan kewajiban menunaikan zakat adalah “pada harta yang dimiliki seseorang”. Baik zakat fitrah maupun zakat mal keduanya-duanya bernilai harta. Manusia sesungguhnya mempunyai karakter dan perhatian terhadap harta yang sangat besar yang justru dapat mencelakakannya apabila salah dikelola. Perhatikan peringatan-peringatannya dalam al-Qur’an, antara lain: a) kecenderungan mencintainya dengan kecintaan yang berlebihan (Q.S. al-Fajr: 20); b) suka mengumpulkan dan bahkan sering menghitung-hitungnya (Q.S. al-Humazah: 1-3); c) bahkan merasa bangga apabila memiliki harta yang banyak dan merasa sedih apabila ditimpa kekurangan (Q.S. al-Hadid: 20); dan d) bersikap kikir dari hartanya sehingga sulit untuk menginfakkan di jalan Allah atau menafkahkannya sesuai tujuan pemberi harta itu (Q.S. Ali Imran: 180); “Dan adalah manusia itu sangat kikir (Q.S. al-Isra’: 100); dan “Manusia itu tabi’atnya kikir (Q.S. al-Ma’arij: 21).