Proses “kelaparan” yang terkontrol selama puasa juga memicu mekanisme autophagy pada tingkat seluler, sebuah proses “daur ulang” komponen sel yang rusak yang dapat berkontribusi pada perbaikan fungsi neurologis dan kognitif. Hal ini sejalan dengan konsep “penyucian diri” dalam dimensi spiritual puasa.

Dalam implikasi sosial-kultural, Suluk Ramadan menjadi fenomena yang unik, di mana praktik spiritual individual bertransformasi menjadi gerakan kolektif yang memiliki daya transformatif bagi masyarakat secara keseluruhan. Melalui berbagai ritual komunal seperti shalat tarawih berjamaah, tadarus Al-Quran bersama, dan tradisi berbuka puasa bersama, tercipta sebuah ruang sosial yang memungkinkan terjadinya penguatan ikatan komunitas dan transmisi nilai-nilai spiritual antar generasi. Dimensi komunal ini tidak hanya memperkuat efektivitas praktik spiritual individual, tetapi juga menciptakan sebuah ekosistem sosial yang mendukung proses transformasi diri setiap anggota masyarakat.