Pergaulan bebas hari ini layaknya bola liar yang tidak dapat dibendung. Dengan banyaknya hari ini, yang disuguhkan di media massa yang membuat miris para pembaca. Diantaranya, Penemuan Bayi perempuan dalam kardus yang masih dengan darah-darahnya dan masih ada ari-arinya, (detik.com), Bayi ditemukan di depan pintu pagar Panti Asuhan Maimuna Abas Nurdin, Jalan Batu Putih Kelurahan Bungin Timur Kecamatan Luwuk. Kemungkinan baru saja dilahirkan karena kondisinya masih berlumuran darah, (Tribunnews.Sulteng ).
Kemudian warga Kelurahan Malotong, Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Tojo Una-una ini tega membohongi ibunya dengan mengaku menemukan bayi. Padahal bayi laki-laki yang baru lahir itu adalah anak kandungnya hasil hubungan gelap dengan kekasihnya berinisial AMF (21), (Tribunnews.sukteng), Mayat bayi berjenis kelamin laki-laki ditemukan warga di dusun 2 Desa Lolu Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Ahad (23/06). Penemuan bayi yang masih memiliki tali pusar itu, ditemukan warga di pinggir jalan tepatnya di jalan Dahlia dalam sebuah kantongan plastik kresek, (media alkhairat ), Mayat yg ditemukan di kebun kopi, dibunuh kekasih dengan martil, dipukulkan berkali-kali. Motif: kekecewaan karena perkara uang, (Instagram.com).
Kehidupan Semakin Liberal
Bertambahnya jumlah penemuan Bayi dan pembunuhan akibat pergaulan bebas menjadi pertanda bahwa landasan pemikiran masyarakat saat ini semakin liberal dan sekuler. Kebebasan perilaku berujung kriminalitas yang dilakukan individu hari ini baik remaja maupun orang dewasa adalah dampak dari asuhan sistem sekuler kapitalisme yang diterapkan bangsa ini.
Masyarakat dengan pemikiran yang liberal memiliki pergaulan yang serba bebas. Dalam pergaulan masa kini, hubungan pacaran sudah menjadi selayaknya hubungan suami-istri aktivitasnya. Bercumbu bahkan hubungan badan menjadi hal yang lumrah dalam pacaran. Hamil diluar tidak lagi menjadi momok yang memalukan di mata masyarakat. Alhasil saat membuang bayi dan membunuh pun tidak menjadi hal yang berat bagi pelaku, tidak ada rasa bersalah, justru menjadi solusi yang mustanir ala mereka.
Mirisnya aktivitas ini didukung oleh masyarakat yang permisif, yang ikut semakin liberal dengan membiarkan aktivitas itu berjalan dan menganggap hal yang biasa aktivitas itu dan acuh karena merasa tak biasa berbuat apa-apa. Aktivitas masyarakat yang melumrahkan tak lepas peran karena landasan pemikiran yang tak berlandaskan islam melainkan berlandaskan pemikiran-pemikiran barat.
Kemudian terkait dengan integritas personal. Selain pergaulan bebas (termasuk efek media sosial, dll), Situasi ekonomi yang menekan juga bisa membuat banyak orang terdorong untuk melakukan kejahatan.
Landasan pemikiran ala barat ini dipicu karena tak mampunya Negara menjaga media, lingkungan dengan fasilitas-fasilitas yang memudahkan mengakarnya pergaulan bebas misalnya diskotik, tempat karaoke, pijat plus-plus serta tontonan yang menyuguhkan terpancingnya nafsu birahi dan mencontohkan adegan-adegan pembunuhan membuat masyarakat semakin berpikir pendek dalam pemenuhan kebutuhan naluri nya. Bahkan sampai menganggap menghilang nyawa seseorang menjadi solusi dari masalah yang dihadapi.
Negara juga tidak mampu memberikan pendidikan yang akan membantu terjaganya akal dan tingkah laku masyarakat dan membiarkan masyarakat agar terkungkung pada aktivitas maksiat yang tidak berlandasan syara’ yang sehingga tidak menjaga fitrah dan naluriah masyarakat.
Sama halnya juga pada pendidikan keluarga, Negara tidak mampu memberikan topangan yang layak bagi orangtua-orangtua agar mampu memberikan pendidikan terbaiknya kepada anak-anaknya. Orangtua pun tak kalah liberal dengan membiarkan dan melumrahkan perilaku-perilaku yang condong pada pergaulan bebas anak-anak hingga remaja saat ini. Bahkan saat ini tak sedikit orangtua yang memberikan dukungannya.
Terakhir tidak adanya sanksi yang memberikan efek jera bagi para pelaku zina dan lemahnya hukum bagi pelaku pembunuhan yang akan menambah semakin maraknya pergaulan bebas ala Sekuler dan Liberalisme yang akan menambah kasus serupa.
Solusi Tuntas Pergaulan Bebas
Ada beberapa hal yang harus dilakukan agar tidak terjadi pergaulan bebas.
Pertama, lembaga pendidikan formal harus memberi materi pelajaran tentang keharaman berzina/bergaul bebas dan mendekatinya. Ini karena Islam dengan tegas mengharamkan pergaulan bebas, seks bebas, perzinaan dan hal-hal yang memdekati perzinaan. Firman Allah Taala dalam QS Al-Isra ayat 32, “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.“
Kedua, media seharusnya menjadi media edukasi bagi masyarakat. Artinya, media mendidik masyarakat, menjadikan masyarakat semakin bertakwa, bukan media yang sering mempertontonkan pornografi dan pornoaksi yang menjadikan nafsu seks masyarakat membara, terlebih remaja yang berada pada masa pubertas. Pornoaksi, pornografi dan hal-hal yang mendekati zina harus dilarang oleh negara. Jika ada yang melanggar harus diberi sanksi yang menjerakan.
Ketiga, pendidikan keluarga. Orang tua wajib mendidik anak-anaknya dengan pendidikan agama Islam. Bersama ayah, seorang ibu wajib mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang saleh, yaitu yang berkepribadian Islam/seorang muslim yang tingkah lakunya berdasarkan akidah Islam.
Keempat, mengembalikan peran negara sebagai raa’in dan junnah (pengurus dan pelindung rakyat). Pemerintah berkewajiban mengeluarkan aturan pergaulan dan haramnya zina serta mendekatinya, termasuk memberikan sanksi sesuai Islam sebagai berikut.
- Bagi pezina yang belum menikah, wajib didera seratus kali cambukan dan boleh diasingkan selama satu tahun. Firman Allah Taala dalam QS An-Nur ayat 2, “Wanita yang berzina dan pria yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat. Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
- Bagi pezina yang sudah menikah, harus dirajam hingga mati. Ketika seorang pria berzina dengan wanita, Nabi ﷺ memerintahkan menjilidnya, kemudian ada kabar bahwa ia sudah menikah (muhshan), maka Nabi ﷺ memerintahkan untuk merajamnya. (Abdurrahman al-Maliki, Sistem Saksi dalam Islam, Bogor, Pustaka Tariqul Izzah, 2002, hlm. 30—32)
Adapun sanksi bagi orang yang memfasilitasi orang lain untuk berzina dengan sarana apa pun dan dengan cara ap apun, baik dengan dirinya sendiri maupun orang lain, tetap akan dikenakan sanksi. Sanksi bagi mereka menurut pandangan Islam adalah penjara lima tahun dan dicambuk. Jika orang tersebut suami atau mahramnya, maka sanksi diperberat menjadi sepuluh tahun. (Abdurrahman al-Maliki, Sistem Saksi dalam Islam, Bogor, Pustaka Tariqul Izzah, 2002, hlm. 238)
Negara dalam Islam wajib menjaga masyarakat dari kemungkinan berbuat dosa dan kejahatan. Caranya adalah dengan menegakkan aturan-aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara wajib menjamin setiap warganya agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu sandang, papan dan pangan. Saat semua kebutuhan pokok warga terpenuhi, mereka tidak akan terdorong untuk melakukan berbagai tindak kejahatan.
Islam dengan tegas melarang tindakan membunuh manusia tanpa alasan yang dibenarkan. Allah Swt. berfirman, “Janganlah kalian membunuh jiwa manusia yang telah Allah haramkan (untuk dibunuh), kecuali dengan alasan yang benar.” (QS Al-Isra’ [17]: 33). Islam memberikan perhargaan yang sangat tinggi terhadap jiwa manusia. Oleh karena itu, Islam memandang pembunuhan satu jiwa manusia tanpa hak sama dengan membunuh seluruh manusia. Allah Swt. berfirman, “Siapa saja yang membunuh satu jiwa, bukan karena ia membunuh jiwa yang lain atau bukan karena ia melakukan kerusakan di bumi, maka seakan-akan ia membunuh semua manusia.” (QS Al-Maidah [5]: 32).
Negara dalam Islam adalah pelaksana utama penerapan seluruh syariat Islam. Negara pun memiliki wewenang untuk memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku tindak kejahatan. Di sinilah pentingnya negara memberlakukan hukum pidana Islam. Hukum pidana Islam tentu memberikan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Sebabnya, hukum pidana Islam itu memiliki sifat jawâbir dan zawâjir. Bersifat jawâbir karena penerapan hukum pidana Islam akan menjadi penebus dosa bagi pelaku kriminal yang telah dijatuhi hukuman yang syar’i. Hukum pidana Islam juga bersifat zawâjir, yakni dapat memberikan efek jera bagi pelakunya dan membuat orang lain takut untuk melakukan tindakan kriminal serupa.
Oleh karena itu, hukum pidana Islam akan memberikan jaminan kelangsungan hidup bagi masyarakat. Allah Swt. Berfirman,
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
“Dalam kisas itu ada jaminan kelangsungan hidup bagi kalian, hai orang-orang yang berakal, supaya kalian bertakwa.” (TQS Al-Baqarah [2]: 179).
Imam Ibnu Qudamah, di dalam Kitab Al-Mughni, menyatakan bahwa para ulama telah bersepakat bahwa hukum kisas ditetapkan dalam kasus pembunuhan disengaja jika ahli waris korban menghendakinya dan tidak ada kesepakatan damai (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 9/331).
Imam Asy-Syafi’i, dalam Kitab Al-Umm, juga menyatakan bahwa jika terjadi pembunuhan dengan sengaja, wajib diberlakukan hukum kisas atas pelakunya kapan saja ahli waris korban menuntut, kecuali jika mereka berdamai dengan diat atau memaafkan (Asy-Safi’i, Al-Umm, 6/92).
Imam Ibnu Hazm juga menyebutkan para ulama telah bersepakat bahwa hukum kisas wajib diberlakukan dalam kasus jiwa dibalas dengan jiwa (Ibnu Hazm, Marâtib al-Ijmâ’, hlmn. 152).
Dengan hukum pidana Islam, masyarakat akan terlindungi dari berbagai tindak kejahatan. Keamanan dan rasa aman bagi semua orang akan terwujud. Jumlah pelaku tindak kejahatan di masyarakat akan minimal. Penuh sesaknya penjara dan lembaga pemasyarakatan, seperti yang terjadi saat ini hampir di seluruh dunia, tidak akan terjadi saat hukum pidana Islam diterapkan.
Oleh karena itu, kebaikan dan keadilan hukum pidana Islam secara i’tiqâdi tidak boleh diragukan. Hal itu merupakan bagian dari perkara yang harus kita imani. Secara faktual, kebaikan dan keadilan hukum pidana Islam juga pernah dirasakan bukan hanya oleh kaum muslim, tetapi juga oleh nonmuslim, yakni ketika hukum-hukum Islam diterapkan secara riil.**