Rasa lelah dan haus akibat perjalanan panjang dan teriknya matahari saat mendaki di perbukitan Watusampu langsung terobati saat rombangan kami PWI Sulteng, IKWI Sulteng, dan PWI Peduli mendapat sambutan hangat dari Ina (Nenek) Giya, Sabtu (15/4/2023). Ina Giya merupakan salah satu penerima manfaat program berbagi berkah ramadan PWI Sulteng.

Oleh : Amiluddin

Ina Giya sudah menanti di depan pintu rumah mungilnya yang terbuat dari papan kasar. Tidak jauh dari depan pintu rumahnya, sekitar dua meter terdapat tumpukan kayu bakar tiga ikat, setiap satu ikat  terdapat sekitar 10-15 batang kayu bakar.

“Mari masuk bapak-ibu” sambut Ina Giya kepada rombongan PWI Sulteng, IKWI Sulteng, dan PWI Peduli yang mulai ngos-ngosan karena harus mendaki untuk mencapai rumah Ina Giya, belum lagi harus menaiki tangga pagar yang terbuat dari kayu.

Rombongan inipun masuk satu persatu ke dalam rumah Ina Giya sambil meletakan parcel, minuman, dan beras di lantai yang dilapisi tikar. Tampak di dinding rumah mungilnya itu bergantungan beberapa baju yang lusuh, mungkin digunakan saat bekerja.

“Ini Ina, kami bawakan parcel, minuman, dan beras buat lebaran, di dalam parcel ada mukena, sarung, sajada, kue, gula, telur, kopi, dan teh. Ini juga ada Amplop berisi uang untuk belanja di hari lebaran,” kata Sekretaris IKWI Sulteng, Nova Herlina memecah keheningan rombongan karena tertegun melihat kondisi rumah Ina Giya yang sangat sederhana.

Jarak satu meter dari tempat rombongan duduk, tepatnya sudut sebelah kiri rumahnya terdapat tiga batu sebesar kepala orang dewasa, di atasnya terdapat kuali dan spatula yang sudah menghitam, dan dibawahnya sebelah kanan terdapat belanga yang juga sudah menghitam kecuali penutupnya. Dalam batin penulis di sinilah Ina Giya memasak.

“Terimakasih Bapak Ibu bantuannya, semoga berkah” jawab Ina Giya dengan senyum.

 “Sama-sama Ina, Amin,”kompak rombongan menjawab doa Ina Giya.

Ina Giya yang sudah berumur 70 tahun itu hidup sebatang kara di rumahnya di Kelurahan Watusampu, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu. Mata pencarian Ina Giya selama ini hanyalah mencari kayu bakar di hutan sekitar 2 KM dari rumahnya.

Menurut Ina Giya, kayu bakar yang didapat dari hutan itu dijual di masyarakat sekitar rumahnya dengan harga Rp10 ribu per tiga ikat, dalam satu hari tidak menentu berapa ikat yang bisa Ia dapat, tergantung rejeki dan cuaca.

Namun di tengah kesederhanaanya itu,Ia tetap bersyukur karena masih diberi kesehatan dan fisik yang kuat dari Tuhan Yang Maha Esa. Jari-jari tangan dan kakinya tidak saja mengeriput termakan usia, namun juga sudah mulai luka-luka. Hal itu tidak mengurungkan semangatnya untuk mencari kayu bakar di tengah-tengah hutan, karena hanya itulah satu-satunya mata pencahariannya untuk menyambung hidup di tengah kerasnya kehidupan.

Anaknya sebanyak empat orang, semuanya sudah berumah tangga, sedang suaminya sudah lama wafat. “Tinggal sendiri di sini,”kata Ina Giya.

Usai berbincang-bincang dengan Ina Giya dengan ramah, rombongan pun pamit untuk melanjutkan perjalanan ketempat lain untuk berbagi berkah di bulan Ramadan 1444 H. ***