SULTENG RAYA – Advokat yang berhimpun dalam Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Palu membuka posko pengaduan kepada masyarakat yang terancam kehilangan mata pencaharian serta menjadi korban gigitan buaya di lembah Palu.
Salah seorang Advokat DPC Peradi Palu, M. Wijaya S., SH.,MH kepada Sulteng Raya melalui rilisnya, Rabu (14/6/2023) mengatakan, DPC Peradi Palu memberikan bantuan hukum kepada masyarakat Kota Palu yang kehilangan haknya akibat keberadaan buaya. “Hak ekosob (ekonomi sosial budaya) itu hak dasar setiap manusia. Karena keberadaan buaya, hak-hak mereka terabaikan,” kata M. Wijaya S., SH.,MH bersama rekan Advokat DPC Peradi Palu lainnya, Natsir Said, SH, Asriadi Bachry Malewa, SH dan Achmad Yani Jamal, SH.
Menurutnya, pengaduan masyarakat ini jadi dasar DPC Peradi Palu melayangkan somasi kepada instansi terkait yang bertanggung jawab atas keberadaan buaya di lembah Palu. “Keberadaan posko ini merupakan bentuk keperihatian DPC Peradi Palu atas kelalain instansi yang menimpa masyarakat. Dari pengamatan para Advokat, belum ada satupun pihak yang bertanggung jawab atas satwa liar itu, seperti pemberian santunan, pengobatan, pengganti kerugian atas kehilangan pencaharian dan dampak ekosob lainnya,” jelas Jaya.
Jaya juga menilai, upaya dari pemerintah setempat dalam menangkar buaya di lembah Palu terkesan abai seakan-akan keberadaan buaya ini lebih utama ketimbang keselamatan manusia.
Advokat muda itu menegaskan, keberadaan buaya sebagai satwa liar tidak boleh dibiarkan bebas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Khususnya BKSDA Provinsi Sulteng punya tanggung jawab melaksanakan upaya konservasi tumbuhan dan satwa liar, baik di dalam habitatnya (konservasi in-situ) maupun di luar habitatnya (konservasi ex-situ).
“Bagaimana penanganannya di Palu? Mereka punya tanggung jawab atas keberadaan buaya yang begitu bebas di lembah Palu. Akibatnya masyarakat takut, masyarakat jadi korban gigitan buaya tanpa ada responsif dari pemerintah terkait keberadaan buaya,” tegasnya.
Sementara, Ketua DPC Peradi Palu, Dr. Muslim Mamulai SH., MH menegaskan, DPC Peradi Palu telah melayangkan somasi (teguran hukum) pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng) cq. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah yang dikirimkan Rabu (14/6/2023).
DPC Peradi kata Muslim Mamulai, menilai ada pembiaran dilakukan BKSDA Sulteng yang hingga sampai detik ini tidak mengeluarkan kebijakan atau upaya terhadap merebak liarnya buaya di sekitaran teluk Palu. Akibatnya, sejak buaya di teluk Palu mulai marak sejak awal tahun 2017 hingga saat ini, telah memakan banyak korban jiwa dan luka-luka. Keberadaan buaya yang awalnya masih di seputaran sungai dan muara Teluk Palu belakangan bahkan telah sampai ke wilayah Tanjung Karang hingga Pantai Barat di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Tolitoli.
“Secara hukum, Pemprov Sulteng lewat BKSDA harus bertanggungjawab untuk melakukan penangkaran atau langkah antisipasi agar buaya itu tidak secara liar berkembang biak dan mengancam hajat hidup warga yang masih bergantung dengan laut Teluk Palu,” jelas Dr. Muslim Mamulai.
Dalam somasi yang dikirimkan DPC Peradi Palu, memuat beberapa poin antara lain, DPC Peradi Palu menilai bahwa keberadaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah yang memiliki tugas dan fungsi memberikan perlindungan, pengamanan dan karantina sumber daya alam hayati di dalam dan di luar kawasan, seolah tidak memiliki kemampuan untuk menjinakkan /menangkap satwa liar. Sehingga, tepat jika masyarakat beranggapan bahwa BKSDA hanya membiarkan buaya-buaya tersebut berkembang biak dan memiliki habitat di Muara dan Pesisir teluk Palu.
Padahal kata Muslim, sebagaimana dalam Pasal 22 ayat ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terdapat pengecualian dari larangan menangkap, melukai, dan membunuh satwa yang dilindungi dapat pula dilakukan dalam hal oleh karena suatu sebab satwa yang dilindungi membahayakan kehidupan manusia.
Selain itu, DPC Peradi juga menilai bahwa sampai dengan saat ini, tidak ada satupun korban jiwa yang diberikan santunan akibat gigitan buaya, padahal hal tersebut diketahui merupakan kelalaian dari pemerintah akibat lambatnya penanganan untuk mengantisipasi hal tersebut.
Selain melayangkan somasi, DPC Peradi Palu juga telah membuka Posko pengaduan korban buaya Teluk Palu yang beralamatkan di Jalan Ahmad Dahlan No. 25 Kota Palu. “Posko dibentuk untuk mengkoordinir para korban terdampak langsung. Kelak jika somasi kami tidak mendapat respon positif maka akan kami naikkan jadi gugatan class action,” tegas Muslim Mamulai. */YAT