SULTENG RAYA- Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) Institut Pertanian Bogor (IPB) mengandeng Universitas Tadulako (Untad) mensosialisasikan Tandan Kosong (Tandos) Sawit dan Pemanfaatannya sebagai Soil Conditioner untuk Meningkatkan Efisiensi Pemupukan dan Kesuburan Tanah pada Perkebunan Sawit.

Sosialisasi tersebut dilaksanakan dalam bentuk worksop di salah satu hotel di Kota Palu, dihadiri petani sawit dan perwakilan perusahaan perkebunan sawit yang ada di Sulawesi Tengah, Senin (15/7/2024).

Ketua Tim Pelaksanaan Kegiatan sekaligus Kepala Pusat  SBRC IPB University, Prof. Dr. Erliza Hambali mengatakan bahwa Indonesia saat ini menjadi negara produsen sawit terbesar di dunia, sekaligus dari sisi devisa di sektor pertanian, sawit juga menempati posisi terbesar.

Namun sayang sekitar 70-80 persen biaya diperkebunan kelapa sawit itu adalah pembiayaan pupuk. Sementara harga pupuk terkadang naik, belum lagi kerap terjadi kelangkaan, terlebih saat ini perang antara Rusia dan Ukraina sangat berdampak pada distribusi pupuk.

Karena Indonesia belum bisa memproduksi Pupuk Kalium (K) sehingga harus diimpor dari Rusia, begitu juga Pupuk Fosfat (P), produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan petani Indonesia.

Belum lagi harga Pupuk mengikuti kurs Rupiah terhadap Dollar, jika Dollar naik dan Rupiah turun maka harga Pupuk akan ikut naik, sementara perdapatan petani tidak naik.

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menurunkan biaya pemupukan tersebut adalah dengan pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan soil conditioner melalui proses karbonisasi. Penambahan soil conditioner tersebut dapat meningkatkan kesuburan lahan perkebunan sawit dan meningkatkan efisiensi pemupukan di perkebunan sawit.

“Oleh karena itu maka kita perlu mensosialisasikan cara bagaimana untuk meningkatkan efektifitas penggunaan pupuk kimia, tadinya misalnya satu pohon 2 Kg bisa berkurang 20 persen atau hanya 1,6 Kg. Jadi biayanya bisa kurang sampai 20 persen,”sebutnya.

Secara nasional luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2022 adalah sekitar 15,4 juta Ha yang mampu menghasilkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebesar 47 juta ton. Pemanfaatan TKKS secara komersial saat ini masih sangat terbatas, diantaranya untuk pupuk kompos, bahan bakar padat dan lainnya.

Pada tahun 2023 Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB dengan dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah menyelenggarakan sosialisasi “Karbonisasi Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pemanfaatannya sebagai Pupuk Organik untuk Substitusi Pupuk Kimia pada Perkebunan Kelapa Sawit” di 3 kota yaitu Pekanbaru, Medan dan Palangkaraya. Melanjutkan program tersebut.

Pada tahun 2024 SBRC IPB dengan dukungan BPDPKS akan kembali menyelenggarakan  sosialisasi Karbonisasi Tandan Kosong Sawit dan Pemanfaatannya sebagai Soil Conditioner untuk Meningkatkan Efisiensi Pemupukan dan Kesuburan Tanah pada Perkebunan Sawit di 6 Kota yaitu Pontianak, Samarinda, Palembang, Jambi, Padang, dan Sulawesi Tengah.

Sulteng sendiri katanya dijadikan sebagai salah satu daerah tempat sosialisasi karena menjadi salah satu daerah penghasil kelapa sawit, dari 26 daerah penghasil kelapa sawit Sulteng masuk dalam deretan 10 besar.    

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama Untad, Dr.sc.agr. Aiyen, M.Sc mengungkapkan jika penelitian sawit di Untad, sekitar tiga riset yang sudah dilakukan dan mendapatkan hibah penelitian, tidak sebanyak yang didapatkan IPB.

Menurut dia, kegiatan itu bukan hanya menyosialisasikan teknologi pencapaian, tetapi juga menjadi motivasi untuk para peneliti di Untad, untuk memperhatikan tanaman nomor satu di Indonesia itu. “Antara IPB dan Untad, teknologi dan SDM masih lebih baik IPB,” ujarnya.

Lanjut dia, kerja sama antar dua perguruan tinggi sudah dilakukan sejak lama, terkait riset dalam berbagai bidang keilmuan. Salah satunya komoditas Kelapa Sawit, yang lokasinya di Jambi. “Ke depannya ada program sekolah petani sawit yang dilaksanakan oleh dua perguruan tinggi itu,” harapnnya. ENG