SULTENG RAYA – Pengurus Besar (PB) Alkhairaat mengeluarkan pernyataan sikap menyikapi berbagai klaim bahwa Alkhairaat mendukung salah satu kepentingan politik atau berpihak pada salah satu kontestan.
“Kami nyatakan sikap itu telah berada di luar kebijakan struktural perhimpunan Alkhairaat. Mari kita simak ini, Sayyid Idrus Bin Salim Aljufri atau Guru Tua berpesan bahwa Alkhairaat adalah Ibu kamu,” ujar Ketua Umum PB Alkhairaat, Dr Habib Mohsen Alaydrus, Sabtu (23/11/2024).
Habib Mohsen juga mengungkapkan pesan lain yang disampaikan Guru Tua kepada murid-muridnya, bahwa Alkhairaat milik orang Kaili.
“Ini adalah pesan simbolik yang dapat dimaknai bahwa Alkhairaat adalah milik ummat. Jika menjabarkannya dalam pertarungan kepentingan politik akhir-akhir ini, maka dapat diartikan bahwa Alkhairaat tidak terikat atau mengikatkan diri pada kepentingan kelompok politik tertentu,” tegas Habib Mohsen.
Ia menjelaskan sebuah hal prinsip bahwa Alkhairaat adalah milik ummat. Ranah karakter ummat adalah inklusif, yaitu terbuka dan tidak terikat.
Sebab, kata dia, misi utama Guru Tua adalah menyebarluaskan pendidikan, dakwah, dan pengabdian sosial untuk semua ummat dan bangsa Indonesia. Guru Tua membentuk misi ini bukan sarana memperjuangkan kepentingan politik kelompok tertentu.
“Maka mengklaim Alkhairaat dalam dukungan politik kelompok tertentu itu melawan misi Guru Tua. Itulah dasar sikap Perhimpunan Alkhairaat tidak menggunakan struktur perhimpunan terhadap dukungan politik,” ujarnya.
Jika itu dilakukan, kata dia, maka sangat berlawanan dengan misi Alkhairaat itu sendiri.
Olehnya, kata dia, jika ada pihak pihak yang melakukan klaim politik itu, maka dipastikan itu bukan sikap struktural perhimpunan ini.
“Pasti sikap itu adalah sikap pribadi pihak tertentu. Boleh jadi mereka kebetulan dalam komunitas keluarga besar Alkhairaat,” tekannya.
Lebih lanjut ia mengatakan, Guru Tua tidak pernah melarang kader-kader Alkhairaat untuk berada dalam setiap lembaga politik formal, semisal aktif di partai politik atau tim sukses. Fakta, kata dia, di masa Guru Tua, beberapa muridnya kader partai politik.
“Pada waktu itu ada muridnya yang menjadi pengurus partai; PNI, Masyumi, Parmusi, dan lain-lain. Ini menunjukan bahwa aspirasi politik boleh tumbuh dalam aktifitas komunitas Alkhairaat, tetapi bukan pada struktural Alkhairaat,” jelasnya.
Untuk itu, lanjut Habib Mohsen, jika ada unsur komunitas Alkhairaat yang terlibat dukung mendukung kontestan politik, maka itu hak politik yang dijamin undang-undang dasar. Tetapi melibatkan simbol organisasi Alkhairaat dalam dukungan itu, dianggap melawan misi Guru Tua.
Menurutnya, aspirasi komunitas Alkhairaat itu sebuah keniscayaan karena menjadi hak politik warga bangsa. Tetapi membawa simbol Alkhairaat dalam klaim politik adalah perlawanan nyata terhadap misi Guru Tua yang dijalankan secara struktural perhimpunan Alkhairaat.
Ia mengimbau kepada masyarakat agar tidak termakan hasutan individu atau kelompok yang tidak bertanggungjawab.
“Kami berharap agar masyarakat dapat melaporkan kepada PB Alkhairaat bila ada anggota perhimpunan Alkhairaat yang menggunakan simbol Alkhairaat dalam klaim kepentingan politik. Dipastikan akan ada tindakan organisasi kepada mereka itu,” imbuhnya.
Terhadap sikap tegas yang dikeluarkan Pengurus Besar ini, maka Ketua Utama Alkhairaat, HS Alwi bin Saggaf Aljufri juga menekankan bahwa bahwa Lembaga Alkhairaat harus terus memegang prinsip bahwa “Alkhairaat ada di mana-mana, tetapi tidak ke mana-mana”. * WAN