Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditas yang dikembangkan dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional. Upaya peningkatan produktifitas jagung menjadi preferensi utama Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian untuk merumuskan kebijakan ketahanan pangan terkait ketersediaan dan keterjangkauan harga. Pasokan jagung di pasaran sangat dipengaruhi oleh produksi jagung di wilayah sentra produksi. Pergerakan pasokan jagung sangat dipengaruhi oleh produktifitas di wilayah sentra produksi. Secara umum panen jagung berlangsung sepanjang tahun, dengan puncak panen jagung yang biasanya terjadi pada bulan Februari – Maret.
Permasalahan dalam upaya peningkatan produksi jagung antara lain: (1) Berkurangnya areal untuk lahan pertanian; (2) Persaingan yang makin ketat dalam penggunaan air antara sektor pertanian dengan sektor-sektor lainnya yang menyebabkan ketersediaan air berkurang; (3) Makin mahalnya harga bibit bermutu tinggi, pupuk dan pestisida; (4) Makin langkanya tenaga kerja produktif sektor pertanian karena kesempatan kerja di sektor non pertanian dengan upah yang lebih tinggi. Pengembangan usahatani jagung masih mengalami beberapa kendala antara lain masih sedikitnya penggunaan benih hibrida, kelangkaan pupuk, kelembagaan belum berkembang, serta teknologi pasca panen dan panen yang belum memadai.
Sistem produksi dan tataniaga ternak ternyata belum dapat menunjang peningkatan produksi jagung. Selama ini makanan ternak didatangkan dari luar daerah dalam bentuk pakan jadi, sehingga tidak dapat menyerap produksi jagung petani. Komoditas jagung secara nasional memiliki daya saing yang baik ditunjukkan oleh indikator keunggulan komparatif (DRCR) dan keunggulan kompetitif (PCR) yang tinggi. Namun karena kondisi laju peningkatan produksi lebih lamban dibanding laju permintaannya, maka impor jagung terus bertambah. Instrumen kebijakan strategis diperlukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan produktifitas jagung agar dapat mengimbangi laju peningkatan permintaan.
Manajemen Agribisnis Jagung