Tak puas dengan menulis untuk diri sendiri, Hj. Mas’Amah turut mendirikan berbagai komunitas literasi seperti Forum Komunikasi Sastra Sulawesi Tengah (FKSST) dan Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI). Melalui wadah tersebut, ia membimbing generasi muda agar tidak hanya gemar membaca, tetapi juga berani menulis dan berkarya.

Mantan dosen Fakultas Sastra Universitas Alkhairaat (Unisa) Palu itu berpegang pada prinsip sederhana, setiap tahun harus lahir satu buku baru. Menurutnya, buku bukan semata karya ekonomi, melainkan warisan ingatan bagi anak cucu. Beberapa karyanya bahkan merupakan catatan reflektif tentang pengalaman hidup, perjalanan, dan pandangan pribadinya terhadap dunia.

Pada tahun 2025 ini, Hj. Mas’Amah kembali menghadirkan karya baru tentang catatan perjalanan selama di Eropa dan Timur Tengah. Buku tersebut mengisahkan pengalaman pribadinya ketika berkunjung ke Jerman, Turki, dan Abu Dhabi, menggambarkan keindahan budaya, sistem pemerintahan, ragam kuliner, hingga pergantian musim yang ia alami secara langsung.

Tak berhenti di situ, ia juga tengah menyiapkan dua buku berikutnya. Yang pertama berjudul “Cermin Kehidupan”, berisi renungan dan refleksi pengalaman hidup. Sedangkan karya lainnya merupakan proyek unik yang ditulis tiga generasi sekaligus dirinya, anak, dan cucunya sebagai simbol keberlanjutan tradisi literasi dalam keluarga.

“Bagi saya, menulis bukan sekadar menuangkan pikiran, tetapi juga cara untuk meninggalkan jejak. Agar anak cucu tahu, bahwa kata bisa menjadi warisan,” ujar Hj. Mas’Amah dalam satu kesempatan.

Penghargaan sebagai Maestro Sastra Daerah dari Balai Bahasa Sulawesi Tengah ini menjadi bentuk pengakuan atas perjalanan panjangnya di dunia sastra. Lebih dari sekadar apresiasi, gelar tersebut juga menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus mencintai bahasa dan sastra daerah sebagai bagian dari identitas bangsa. *ENG