Oleh : Dr.Muhammad Rizal Masdul ,S.Pd.I,M.Pd
(Dosen Fakultas Agama Islam Unismuh Palu)
Dalam setiap keberhasilan individu, dari presiden hingga ilmuwan, dari pengusaha sukses hingga pemimpin masyarakat, ada satu benang merah yang sering terabaikan: peran guru dan dosen dalam membentuk pondasi awal kehidupan mereka. Ironisnya, meskipun peran mereka sangat vital, guru dan dosen sering kali hanya dikenang secara simbolis, dan nyaris terlupakan dalam percakapan serius tentang pembangunan bangsa.
Hari ini, banyak guru honorer yang mengabdi bertahun-tahun dengan upah yang tak sebanding bahkan dengan kebutuhan dasar. Di sisi lain, dosen di berbagai perguruan tinggi menghadapi tekanan tinggi untuk menghasilkan penelitian, mempublikasikan karya ilmiah, mengelola administrasi akademik, dan tetap menjaga kualitas pengajaran semuanya dalam sistem yang kerap belum mendukung secara maksimal.
Sebagai ujung tombak pendidikan, guru dan dosen tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menanamkan nilai, moral, dan karakter. Mereka membentuk cara berpikir kritis dan membuka cakrawala pengetahuan anak-anak dan generasi muda. Namun peran esensial ini sering kali dikesampingkan dalam prioritas kebijakan nasional.
Kita menyebut mereka “pahlawan tanpa tanda jasa”. Namun label tersebut kini terasa paradoksal. Jika benar mereka adalah pahlawan, mengapa jasa mereka tidak diberi penghargaan yang nyata? Penghargaan bukan hanya dalam bentuk seremoni Hari Guru atau Hari Pendidikan, melainkan melalui peningkatan kesejahteraan, jaminan karier, pelatihan berkelanjutan, dan kebijakan yang berpihak pada kualitas pendidikan.
Belum lagi banyak kasus yang menunjukkan bahwa pendidik sering kali dilaporkan secara pidana oleh siswa, orang tua siswa, atau pihak lain, bahkan ketika mereka sedang menjalankan tugas profesionalnya.