Teradu I membantah telah menerbitkan SK yang sama sebanyak dua kali. Menurutnya, SK yang dipersoalkan pengadu merupakan perpanjangan masa kerja dan tidak melanggar aturan Keputusan KPU mana pun.

“SK tersebut merupakan satu-kesatuan dalam pelaksanaan tugas dan masa kerja, dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku tentang administrasi pemerintahan,” ucap Soleman.

Terkait penambahan masa kerja PPS satu bulan (Januari 2025), hal itu disebabkan adanya sengketa Pilkada Tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang melibatkan PPS dan Sekretariat PPS untuk di setiap tahapannya.

“Di akhir periode PPS (Desember), ada sengketa di MK yang penting bagi kami untuk PPS terlibat untuk di setiap tahapan, sehingga kami menerbitkan penambahan satu bulan masa kerja,” tandas Soleman.

Berdasarkan Keputusan KPU Nomor 543 Tahun 2025 terkait honorarium PPS masa kerja paling lama delapan bulan atau menyesuaikan dengan ketersediaan anggaran dana hibah dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi. Diakui para teradu, pihaknya menghadapi kekurangan anggaran dalam penyelenggaraan pilkada tahun 2024, termasuk untuk honorarium PPS.

“Bahkan RAB (Rincian Anggaran Belanja) terkait honor PPS hanya dianggarkan enam bulan, tapi kami memahami masa kerja PPS tidak bisa enam bulan, sehingga kami optimalkan untuk PPS tujuh bulan (Mei-Desember),” Kata Teradu VI, Mohammad Bardin Loulembah.

Para teradu menegaskan bahwa pembayaran honorarium selama tujuh bulan menggunakan anggaran hibah Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi. Sementara itu, untuk pembayaran honorarium satu bulan bagi PPS dan Sekretariat PPS di 170 Desa Se-Kabupaten Sigi melalui anggaran Hibah Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah.

Sebagai informasi, sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo. Ia didampingi dua Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Tengah yaitu, Nurhayati Mardin (unsur masyarakat) dan Dewi Tisnanawati (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]. * WAN