Pendidikan antikekerasan yang efektif harus dimulai dari akar rumput dan merambah ke seluruh lini masyarakat:
Di Keluarga: Mengajarkan anak-anak untuk menyelesaikan konflik tanpa kekerasan sejak dini, menanamkan empati dan respek terhadap sesama.
Di Sekolah: Kurikulum yang menekankan resolusi konflik, komunikasi asertif, dan penghargaan terhadap keberagaman. Guru dan tenaga pendidik harus menjadi teladan dalam berinteraksi tanpa kekerasan.
Di Institusi Pemerintah: Pelatihan reguler bagi aparat tentang de-eskalasi konflik, penanganan massa, dan perlindungan hak asasi manusia. Evaluasi dan sanksi tegas bagi yang melanggar.
Di Masyarakat: Kampanye publik yang mengubah persepsi bahwa kekerasan bukan solusi, melainkan cerminan ketidakmampuan mengelola konflik secara dewasa.
Membangun Solidaritas, Bukan Superioritas
Kasus ojol versus tukang parkir, atau ojol yang “dihukum” push-up karena melanggar protokol, menunjukkan adanya hierarki sosial yang tidak sehat. Mereka yang memiliki kekuasaan—baik formal maupun informal—merasa berhak untuk “mendidik” yang lemah dengan kekerasan.
Pendidikan antikekerasan harus mampu membangun kesadaran bahwa kita semua adalah saudara sebangsa. Tidak ada yang superior atau inferior berdasarkan profesi, status sosial, atau posisi dalam struktur masyarakat. Pengemudi ojol yang mengantarkan makanan kita sama mulianya dengan siapa pun yang bertugas menjaga ketertiban.
Langkah Konkret Menuju Perubahan
Pertama, kita perlu audit menyeluruh terhadap standar operasional prosedur (SOP) kepolisian, terutama dalam penanganan massa dan demonstrasi. SOP yang ada harus menempatkan keselamatan jiwa sebagai prioritas utama, bukan sekadar penertiban.
Kedua, pembentukan tim independen yang memantau dan mengevaluasi kasus-kasus kekerasan yang melibatkan aparat. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik.
Ketiga, program pendidikan antikekerasan yang berkelanjutan, bukan hanya sekadar pelatihan sekali jalan. Ini harus menjadi bagian integral dari pembentukan karakter setiap individu yang bertugas melayani masyarakat.
Mengenang dengan Aksi Nyata