Lebih lanjut, Jaksa Agung menjelaskan beberapa poin penting yang perlu didiskusikan terkait konsep Badan Pemulihan Aset (BPA). Hal ini mencakup subjek delik yang akan ditangani oleh BPA, jenis delik yang dapat dikenakan, hingga kedudukan lembaga pengadilan dalam menentukan validitasnya.
Menurutnya, pembahasan ini sangat krusial untuk mengoptimalkan pendekatan follow the asset dan follow the money, serta implikasi hukum dari penyelesaian tindak pidana melalui BPA. Secara keseluruhan, seminar ini memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan hukum di Indonesia karena selain Jaksa Agung Republik Indonesia, deretan narasumber terkemuka di bidang hukum, juga hadir, diantaranya Prof. Dr. Supari Ahmad, S.H., M.H., Dr. Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H., Prof. Dr. Eddy Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., dan Dr. Prim Haryadi, S.H., M.H. Serta bertindak sebagai moderator, Prita Laura, S.H., yang memandu jalannya diskusi dengan profesional.
Kasi Penkum Kejati Sulteng, Laode Abdul Sofian mengatakan, keikutsertaan Kajati dan jajaran menegaskan bahwa forum ilmiah ini merupakan wujud komitmen dan loyalitas terhadap upaya transformasi kejaksaan menuju Indonesia maju, sebagaimana tema besar peringatan tahun ini. Pendekatan follow the asset dan follow the money melalui Deferred Prosecution Agreement merupakan inovasi strategis dalam pemberantasan tindak pidana, sekaligus bentuk adaptasi kejaksaan terhadap dinamika hukum global. AMR