SULTENG RAYA – Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan, sesuai dengan kinerja ekonomi Indonesia – dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sedikit melambat menjadi 4,86 persen (%) yoy di triwulan I 2025.

Dinamika perang dagang global, pelemahan daya beli domestik, dan keluarnya investasi asing menjadi beberapa penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi kita.

Kakanwil DJPb Sulteng, Yuni Wibawa mengatakan, pada tingkat regional, Sulteng tetap tumbuh signifikan sebesar 8,69% (yoy), menempati urutan ketiga provinsi dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan I 2025 di kawasan Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua (Kasulampua).

“Namun, capaian ini menunjukkan sedikit perlambatan dibandingkan periode sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan dua digit. Terlebih lagi, sektor konstruksi tercatat mengalami kontraksi sebesar -0,59% (yoy),” kata Yuni.

Menutunya, peningkatan harga di pasar kawasan pun terus dikawal secara seksama. Pemerintah bersama dengan stakeholder terus menjaga fluktuasi inflasi.

Catatan April 2025, kata dia, menunjukkan bahwa inflasi relatif aman (2,97% yoy dan 1,12% mtm). “Pengendalian inflasi merupakan kunci utama dalam mempertahankan perputaran perekonomian domestik, khususnya di tengah tantangan saat ini,” tutur Kakanwil Yuni.

Lanjutnya, Disaat tantangan ekonomi itu, APBN hadir sebagai shock absorber untuk meredam dampak ketidakpastian, serta menjaga kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Capaian fiskal per April 2025 di Sulteng menunjukkan bahwa pendapatan telah teradministrasikan sebesar Rp2,07 triliun, atau sekitar 27,54% dari target 2025.

Dari sisi belanja, realisasi mencapai 25,17% dari pagu anggaran. Sebanyak Rp1,4 triliun digunakan untuk membiayai program dan kegiatan Satuan Kerja (Satker) Pemerintah Pusat di wilayah Sulteng, sementara Rp5 triliun telah disalurkan kepada pemerintah daerah sebagai wujud pemerataan kapasitas fiskal melalui Transfer ke Daerah (TKD).

“APBN digunakan untuk melaksanakan pelayanan publik, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, pembangunan ekonomi, serta melaksanakan perlindungan sosial bagi kaum rentan,” katanya.

Lanjut Yuni, per 30 April 2025, APBN berhasil digunakan untuk preservasi pemeliharaan rutin jalan dan jembatan, pembayaran tunjangan profesi guru, pelestarian cagar budaya, pelayanan kesehatan, dan rehabilitasi kelompok rentan.

“Sumber daya pendanaan program pemerintah tersebut tentunya berasal dari distribusi kekayaan melalui instrumen penerimaan negara, baik dari penerimaan pajak, bea cukai, maupun PNBP,” katanya.

Kemudian, menyikapi kondisi yang ada, Kementerian Keuangan telah membuka blokir anggaran sebesar Rp86,6 triliun untuk mendorong program prioritas pembangunan nasional.

Khusus untuk alokasi Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) di Sulteng, pembukaan blokir tercatat sebesar Rp670 miliar dari total blokir awal sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.

Pembukaan blokir itu, lanjut Yuni Wibawa, akan berimplikasi terhadap penciptaan permintaan atas barang dan jasa dari sektor pemerintahan. Pagu yang telah dibuka blokirnya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur, penguatan pelayanan publik, hingga perbaikan sarana dan prasarana perkantoran.

“Peningkatan pengeluaran pemerintah diharapkan dapat dapat kembali mendongkrak aktivitas ekonomi di Sulteng, terutama pada sektor-sektor yang terdampak efisiensi,” ungkap Kakanwil Yuni Wibawa.

Ia melanjutkan, dalam rangka mendukung program pembentukan Koperasi Desa Merah Putih penggunaan Dana Desa juga diperluas menjadi salah satu sebagai instrumen pendanaannya.

Dalam penyaluran Dana Desa Tahap II, syarat salur Dana Desa harus dilengkapi dengan Surat Pernyataan Komitmen dukungan APBDesa untuk Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih dan Akta Pendirian Koperasi Desa Merah Putih/bukti penyampaian dokumen pembentukan KDMP ke Notaris.

Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa desa aktif dalam menyukseskan program itu. RHT