Islam bukan sekedar agama, tapi juga sebuah sistem yang akan menetapkan negara sebagai ‘rain’ alias pelayan rakyat, bertugas mengurus rakyat dengan baik sebab pertanggung jawabannya sampai ke akhirat. Sesuai yang disebutkan dalam hadis, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari).

Dalam Islam, negara akan dipimpin oleh seorang pemimpin (Khalifah) yang melakukan pelayanan tanpa unsur bisnis ataupun mengambil keuntungan dari ibadah haji. Semua amanah pelayanan terhadap rakyat termasuk pada jamaah haji adalah kewajiban bagi negara.

Sebagaimana dalam sejarah pemberangkatan ibadah haji di masa kekhilafahan Utsmani. Dikutip dari tulisan KH. Hafidz Abdurrahman, MA (Khadim Ma’had Syaraful Haramain), Khalifah membentuk Amirul Haj, dan menjadikan haji layaknya Muktamar Islam Akbar (acara besar).

Khalifah sebagai pemimpin negara betul-betul mempersiapkan keberangkatan para calon jamaah haji dengan kemudahan yang diberikan negara pada rakyatnya terkait akomodasi yang terjangkau bahkan tidak diperlukan visa sebab negeri-negeri muslim yang terpecah hari ini, dahulunya menjadi bagian dari wilayah yang masuk Daulah Islam. Semua dimudahkannya termasuk sarana transportasi diberikan tanpa adanya komersilisasi.

Selain sejarah diatas, salah satu kisah yang terkenal adalah bagaimana pada masa Khalifah Umar bin khattab RA yang mendirikan “Daruq-Taqwa” sebuah pos pelayanan yang menyedikan makanan dan minuman gratis bagi para jamaah haji yang melewati wilayah Hijaz.

Ia juga mengirimkan petugas yang terlatih unutk membantu jamaah dalam segala hal yang mereka butuhkan, mulai dari kebutuhan medis hingga bimbingan Ibadah. (AL-Tabari.”Tarikh al-Rusul wa al-Muluk”). Kisah lain juga menunjukkan bagaimana perhatian dari Khalifah Umar adalah ketika ia mengutus salah satu sahabat dekatnya, Abdullah bin Umar untuk mengawasi langsung pelaksanaan ibadah haji dan memastikan semua kebutuhan jamaah haji terpenuhi.