Karl marx dalam teorinya mengemukakan bahwa kapitalisme adalah sistem ekonomi di mana produksi dan distribusi barang serta jasa dikelola oleh entitas swasta dengan tujuan utama mendapatkan keuntungan. Dalam sistem kapitalisme, komersialisasi ibadah haji dapat dilihat sebagai bentuk eksploitasi dimana keuntungan finansial menjadi prioritas utama, mengesampingkan aspek spiritual dan pelayanan terhadap jamaah haji yang seharusnya menjadi fokus utama.

Era kapitalisme, dana haji yang disetorkan oleh jamaah akan dikelola dan digunakan untuk investasi. Artinya setoran awal dana haji dari jamaah yang terkumpul itu daripada hanya tersimpan lebih baik dimanfaatkan untuk investasi yang akhirnya akan memperoleh keuntungan besar. Dari sini jelas sekali bahwa pengelolaan dana haji itu tidak tepat. Karena jamaah tahunya bahwa setoran awal dana haji itu untuk angsuran biaya haji bukan untuk investasi.

Beginilah jadinya tata Kelola penyelenggaran haji oleh pemerintah dalam sistem kapitalisme yang hanya bertumpu pada asas manfaat dan kesempatan berbisnis. Kebijakan- kebijakan yang dikeluarkan diharapkan menjadi solusi penyelesaian masalah namun akhirnya hanya menimbulkan masalah baru sehingga terlihat seperti solusi tambal sulam saja. Seperti kebijakan pengalihan penyelenggaraan ibadah haji yang dulunya ditangani oleh Kementerian Agama, namun pada tahun 2026 mendatang akan ditangani oleh Badan Penyelenggara Haji (BP Haji). Pengalihan ini diharapkan agar penyelenggaraan haji kedepannya bisa lebih efisien.

Berdasarkan pembahasan diatas maka diperoleh fakta bahwa dibalik polemik penurunan biaya haji dan pengalihan penyelenggaran Ibadah haji termasuk tata kelola keuangan Ibadah Haji dari kementerian Agama ke BP Haji dan BPKH akan tercipta suatu ekosistem haji yang akan menguntungkan dalam sektor bisnis pengelolaan haji. Sesuai yang dikatakan oleh wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal dalam berita nasional.com, Kamis (8/52025)

TATA KELOLA HAJI DALAM ISLAM