SULTENG RAYA – Balai Bahasa Sulawesi Tengah (Sulteng) kembali menghasilkan karya dalam upaya melestarikan bahasa daerah dan memperkaya literasi anak-anak. Pada tahun 2024 ini, Balai Bahasa Sulteng meluncurkan 42 buku cerita dwibahasa, yang mengusung konsep unik, yakni bahasa daerah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini berbeda dengan kebanyakan buku cerita yang biasanya menerjemahkan bahasa Indonesia ke bahasa daerah.

“Bukan bahasa Indonesia yang diterjemahkan ke bahasa daerah, melainkan bahasa daerah yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Sebab, jika dimulai dari bahasa Indonesia, struktur bahasa daerah bisa menjadi aneh. Proses penulisan dimulai dalam bahasa daerah terlebih dahulu, baru diterjemahkan,” ujar Kepala Balai Bahasa Sulteng, Asrif, dalam acara peluncuran buku cerita dwibahasa yang digelar di Aula MAN Negeri 2 Palu pada Sabtu (28/12/2024).

Asrif menegaskan pentingnya menjaga kedaulatan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, namun tetap memberikan ruang bagi keberagaman bahasa daerah. Menurutnya, menjaga bahasa Indonesia adalah kewajiban kewarganegaraan, sementara menjaga bahasa daerah adalah kewajiban sebagai warga etnis.

“Indonesia membuktikan bahwa kita berdiri teguh dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Bahasa daerah menjadi identitas kita, sementara bahasa asing hanya sebagai tambahan yang digunakan sesuai kebutuhan sebagai pengembangan,” ujarnya.

Sebagai bentuk apresiasi, Balai Bahasa Sulteng juga memberikan penghargaan kepada para penulis 42 buku cerita dwibahasa yang telah dirilis pada tahun ini. Para penulis tersebut berasal dari berbagai profesi dan daerah dengan bahasa ibu yang beragam, antara lain Kota Palu, Kabupaten Sigi, Parigi, Poso (Pamona), Banggai (Saluan), dan Buol.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Palu, Syamsul Syaifuddin, yang turut hadir dalam acara tersebut, memberikan apresiasi terhadap inisiatif Balai Bahasa Sulteng dalam melestarikan bahasa daerah serta mengembangkan literasi anak-anak. “Kami sangat mendukung kegiatan ini. Semoga karya-karya seperti ini dapat mempererat kecintaan anak-anak pada bahasa dan budaya daerah mereka, sekaligus memperkaya wawasan tentang kekayaan budaya Indonesia,” kata Syamsul.

Syamsul juga menambahkan, bahwa bahasa Indonesia adalah simbol kebanggaan nasional, sementara bahasa daerah merupakan identitas lokal yang harus dilestarikan. “Keduanya memiliki peran penting dalam kehidupan kita sebagai bangsa dengan warisan budaya yang sangat kaya,” imbuhnya.

Dengan harapan, kehadiran 42 buku cerita dwibahasa ini diharapkan dapat menjadi kontribusi dalam upaya pelestarian bahasa daerah dan memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia sejak dini kepada anak-anak. Dengan adanya karya-karya tersebut, anak-anak di Sulawesi Tengah, dan seluruh Indonesia pada umumnya, dapat lebih dekat dengan bahasa daerah mereka sekaligus memperkaya pengetahuan mereka tentang keberagaman budaya tanah air. ENG