SULTENG RAYA- Pemisahan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi tiga kementerian mendapatkan apresiasi dari Ketua Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer (Aptikom) Sulawesi Tengah (Sulteng) Ir. Burhanuddin A. Masse, S.Kom. M.I.Kom.
Pemisahan itu dinilai sebagai bentuk keseriusan pemerintahan Prabowo Gibran dalam penataan dunia pendidikan di Indonesia untuk mempersiapkan generasi Emas 2045. Karena untuk mempersiapan generasi Emas di Tahun 2045 harus dipersiapkan dari awal, yakni dari bangku sekolah dasar hingga saat di perguruan tinggi mereka sudah terbentuk dan siap berkiprah di masyarakat.
Sebagaimana diketahui, saat ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi tiga kementerian masing-masing Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), dan Kementerian Kebudayaan.
“Dengan pemisahan menjadi tiga kementerian, maka tiap-tiap kementerian itu akan lebih fokus di bidang masing-masing, karena bisa lebih spesifik, lebih fokus mengurus, sehingga tentu hasilnya juga akan lebih baik dari sebelumnya,”sebut Burhanuddin, Selasa (5/11/2024).
Namun katanya, ada sejumlah catatan yang harus diperhatikan oleh dua kementerian itu, yakni Kemendiktisaintek dan Kemendikdasmen, yaitu menata kembali sistem administrasi, karena selama ini guru dan dosen telah beralih menjadi tenaga administrasi, sejumlah beban administrasi telah dibebankan kepada mereka, mulai dari pengurusan serdos/sertifikasi, kenaikan pangkat, dan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).
Karena terbebani dengan beban adminsitrasi yang menumpuk, akibatnya dosen dan guru kurang memperhatikan tugas utamanya yakni mendidik dan mengajar generasi bangsa. Sementara guru dan dosen harus mempersiapkan generasi Emas di tahun 2024.
“Kami meminta kepada kedua kementerian itu, agar tidak lagi mempersulit dan membenani adminsitrasi para guru dan dosen,”sebutnya.
Sementara khusus untuk Kemendiktisaintek, Ketua STMIK Bina Mulia Palu ini mengingatkan agar perlakukan antara Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) jangan dibeda-bedakan lagi, seperti yang perna dilakukan oleh menteri-menteri sebelumnya, seakan-akan PTS adalah anak yang tidak diharapkan hadir di muka bumi ini.
Pada hal katanya, peran kedua perguruan tinggi itu sama-sama mencetak generasi bangsa untuk mengisi kemerdekaan ini sebagai warisan bersama dari pendiri bangsa. “Ingat berdasarkan UU Pendidikan Nasional tidak ada perbedaan antara perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta, yang membedakan mereka itu hanyala kualitas luarannya atau lulusannya serta fasilitasnya,”ucapnya.
Selain itu Kouta KIP Kuliah untuk PTS juga diminta untuk ditingkatkan, karena selama ini yang didapat oleh PTS hanyalah sisa-sisanya. PTN bisa mendapatkan hingga ribuan, sementara PTS berkisar 10.
Padahal dengan danya KIP Kuliah, banyak membantu masyarakat yang ekonomi prasejahtera untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. “Mahasiswa di PTS itu banyak dari golongan ekonomi prasejahtera, inilah kenapa PTS sangat mengharapkan kouta KIP Kuliah itu ditingkatkan,”jelasnya.
Berdasarkan data yang didapatkan di lapangan, banyak lulusan sekolah menegah atas dan kejuruan mau melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, namun terkendala dengan pembiayaan, sehingga mereka beralih mencari pekerjaan ke perusahaan, bertani, dan tidak sedikit diantara mereka terpaksa menjadi pengguran. “Di sinilah posisi trategis dari KIP Kuliah itu,”sebutnya. ENG