SULTENG RAYA – Gelombang protes atas kebijakan pemerintah yang ingin merivisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, terus berkumandang dari Asosiasi kemaritiman di seantero negeri ini.
Kali ini reaksi protes tersebut datang dari tiga Asosiasi di Negeri Seribu Megalit Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) yakni, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia/Indonesian Logistic and Forwarder Association ( ALFI/ILFA), Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat ( APBMI) serta Indonesian National Shipowner Association (INSA).
Aliansi Asosiasi kemaritiman ini, dengan tegas menyatakan menolak jika pemerintah merevisi UU No.17 Tahun 2008 utamanya, pasal 90 ayat 3 huruf (g) dan pasal 110 ayat ( 5 ) karena dianggap menghilangkan peran asosiasi khususnya dalam stuktur tarif jasa kepelabuhan.
Bahkan menurut Ketua DPW ALFI/ILFA Sulteng Yeni Theiser, kebijakan ini akan berdampak pada tingginya biaya logistik yang akan mengancam daya saing produk Indonesia di pasar global.
Sementara diketahui posisi Asosiasi adalah mitra pemerintah atau perwakilan dari pengguna jasa /pemilik barang yang berperan sebagai check and balance/penyeimbang di pelabuhan yang seharusnya dilibatkan.
Dengan dihilangkannya peran asosiasi melalui revisi UU Pelayaran, maka ini akan menimbulkan ketidakjelasan acuan dalam pertimbangan penetapan tarif, sehingga menimbulkan gradual tarif yang berlaku di setiap pelabuhan atau sebaliknya.
“Langkah ini akan berisiko dan menimbulkan praktik monopoli dalam penetapan tarif. Tentunya kami sebagai DPW ALFI Sulteng juga ingin membantu dan mendorong merapatkan barisan untuk membantu menghindari hal yang sangat negatif, ” tandas Yeni Theiser, Senin (9/9/2024).
Sementara menurut Yeni, keterlibatan asosiasi seperti ALFI dan asosiasi lainnya tidak hanya penting dalam pengendalian tarif, tetapi juga dalam memastikan kualitas pelayanan di pelabuhan tetap terjaga.
Hal senada diungkapkan Ketua DPW Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Moerdiono dan Ketua DPC INSA Kota Palu Denny. Menurut Moerdiono, bahwa pengelola pelabuhan dapat menetapkan tarif secara sepihak di pelabuhan serta memungkinkan pengelola pelabuhan untuk penerapakan single tarif dengan pelayanan dan fasilitas yang berbeda di masing – masing pelabuhan.
Sehingga dapat di pastikan akan terjadi high cost di pelabuhan yang akan mempengaruhi daya beli masyarakat dan tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan tarif yang diberikan oleh pengelola pelabuhan kepada pemakai jasa di Pelabuhan.
“ Dengan kebijakan ini kami berharap pemerintah lebih sensitif terhadap isu ini, ” pintanya.
Aliansi Asosiasi Pelabuhan Sulteng berharap, Presiden Jokowi akan memahami pentingnya menjaga stabilitas biaya logistik, mengingat latar belakangnya sebagai pengusaha dan mantan pelaku ekspor. *WAN