SULTENG RAYA – Ribuan ternak babi di tiga kecamatan di wilayah Kabupaten Parigi Moutong (Parmout) yakni Kecamatan Torue, Balinggi dan Kecamatan Sausu dilaporkan mati mendadak. Diduga hewan ternak itu mati akibat serangan virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF). Berdasarkan laporan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kabupaten Parmout, tercatat 1.772 ekor babi yang mati. 

“Dari laporan yang kami terima dari petugas di lapangan sampai saat ini untuk wilayah Kecamatan Torue, Balinggi dan Sausu jumlah kematian mencapai 1.772 ekor. Jumlah tersebut yang tercatat, karena masih ada juga sebagian masyarakat yang berternak usaha secara pribadi dan belum berkelompok,”ujar Kepala Bidang Pembibitan dan Produksi Dinas PKH Parmout, I Wayan Purna pada rapat dengar pendapat lintas komisi di Gedung DPRD Parmout, Senin (29/5/2023).

Selain itu kata purna, ada juga masyarakat menjual ternaknya dengan cara potong paksa, yakni memotong babi yang sakit kemudian dibekukan setelah dibuang isi perutnya. Jumlahnya mencapai 17.719 ekor.

“Kemudian ada juga masyarakat yang jual atau potong paksa. Hewan tersebut langsung dipotong, dibelah, dibuang isi dalamnya, diambil daging lalu dibekukan, karena masyarakat menganggap bahwa penyakit tersebut tidak menular ke manusia. Hewan ternak tersebut dijual dengan harga murah ada yang jual Rp100 ribu ada Rp200 ribu per ekor. Itu yang menyebabkan peternak mengalami kerugian yang cukup besar mencapai ratusan juta bahkan miliar bagi peternak dengan skala besar,”jelas Purna.

Purna juga mengakui bahwa hasil pemeriksaan laboratorium terhadap virus yang menyerang hewan ternak babi tersebut belum dikeluarkan pihak laboratorium di Maros , Sulawesi Selatan.  Namun melihat gejala dan tingkat kematian yang tinggi, diduga virus tersebut adalah ASF. Apalagi katanya hasil laboratorium virus serupa yang menyerang ternak babi di Kabupaten Poso sudah keluar dan dinyatakan positif ASF.

Selain itu kata Purna, tingginya tingkat kematian ternak babi tersebut telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Pasalnya ada Sebagian masyarakat membuang bangkai babi di sungai dan laut. Namun hal itu katanya, sudah teratasi setelah diterbitkannya surat edaran yang ditandatangani pemerintah kecamatan dan unsur muspika setempat yang meminta para peternak tidak membuang bangkai babi di sungai atau di laut, melainkan harus menguburkannya.

Sementara itu drh Adi Hari Wiweka  mengatakan, belum ada obat atau vaksin untuk mengatasi virus ASF. Karenanya untuk memutus rantai penyebaran virus tersebut. Dia mengusulkan pemusnahan massal terhadap seluruh ternak babi di wilayah yang terserang virus ASF.

“Angka kematiannya sangat tinggi untuk ASF itu mencapai 100 persen. Karena itu kami merekomendasikan dilakukan stamping out atau pemusnahan, karena kami sudah berusaha melakukan pengobatan tapi belum menunjukkan adanya kesembuhan.  Tapi bila hal ini dilakukan pasti peternak minta ganti rugi,”jelasnya.

Sementara itu salah perwakilan nelayan dari Kelurahan Bantaya, Rifai Pakaya yang juga hadir pada RDP tersebut mengungkapkan keresahan para nelayan di kelurahan tersebut. Pasalnya kata Rifai, dia Bersama beberapa nelayan lainnya menemukan tiga ekor bangkai babi di laut sekitar dekat pantai. Gara-gara temuan bangkai babi tersebut menyebabkan harga ikan di pasaran anjlok karena masyarakat enggan makan ikan.

“Karena menjaga stabilitas keamanan, kami tidak berani melakukan postingan maupun foto. Karena ini sensitif pak, karena di agama kami mohon maaf haram hukumnya. Makanya kemarin para nelayan bertanya, bisa tidak mereka bertanggungjawab dengan hasil tangkapan kami yang tidak bisa kami jual,”ujar Rifai.

Dalam rapat dengar pendapat yang dipimpin oleh Ketua DPRD Parmout, Sayutin Budianto tersebut disepakati beberapa hal yakni, merekomendasikan kepada Pemda Parmout untuk menerbitkan surat edaran terkait larangan membuang bangkai babi di sembarang tempat, dan pembentukan satuan tugas (satgas) sebagai upaya pencegahan penyebaran virus tersebut ke tempat lain di wilayah Kabupaten Parmout. AJI