SULTENG RAYA- Kepala Balai Bahasa Sulawesi Tengah, Dr. Asrif. M. Hum menyayangkan sikap salah satu Perguruan Tinggi (PT) yang ada di Sulawesi Tengah yang berkeinginan membuka Program Studi (Prodi) Bahasa Mandarin di Kabupaten Morowali.
Prodi tersebut diperuntukan kepada tenaga kerja Indonesia yang berdomisili di Morowali dan Morowali Utara agar bisa berbahasa mandarin, sebagai tindaklanjut pendukung aturan yang diterapkan bagi warga Morowali dan Morowali Utara, syarat untuk diterima berkerja di perusahaan di dua daerah penghasil nikel terbesar di Indonesia tersebut.
Asrif menegaskan, pembukaan Prodi Bahasa Mandarin untuk mengajarkan warga lokal bisa berbahasa Mandarin sebelum bekerja di perusahaan tambang yang beroperasi di dua wilayah tersebut, merupakan bencana kebudayaan bagi masyarakat Sulawesi Tengah.
“Kalau kabar itu benar, maka itu merupakan bencana kebudayaan bagi masyarakat Sulteng,” kata Asrif, Senin (8/5/2023), di salah satu hotel di Kota Palu.
Asrif menegaskan, seiring bertambahnya tenaga kerja asing yang bekerja di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara, seharusnya yang dibuka adalah Prodi Bahasa Indonesia. Bukan sebaliknya, dibuka Prodi Bahasa Mandarin untuk mengajarkan tenaga kerja lokal agar bisa berbahasa Mandarin sebelum bekerja pada perusahaan yang beroperasi di Morowali dan Morowali Utara. “Justru ini membunuh Morowali,” tegas Asrif.
Penerapan aturan seperti itu lanjutnya, sangat mengkhawatirkan dan menyalahi semangat Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang menjadi peraturan turunan dari UU Bahasa No. 24/2009. Dalam UU Bahasa itu dijelaskan wajib hukumnya Bahasa Indonesia digunakan dalam kontrak kerja, perusahaan negara, swasta dan sebagainya, seharusnya menjadi semangat dalam perekrutan tenaga kerja asing di Morowali dan Morowali Utara. “Justru ini sebaliknya, diajarkan bahasa Mandarin untuk digunakan berbahasa di rumah kita,” sesalnya. ENG