SULTENG RAYA – Tiga Eksekutif Daerah WALHI yang tergabung dalam Aliansi Sulawesi, merespon rencana pemerintah merevisi Perpres 112 tahun 2022 tentang percepatan pembangunan energi baru terbarukan.
Aliansi Sulawesi yang terdiri dari WALHI Sulteng, WALHI Sulsel, dan WALHI Sultra ini
meminta Presiden Prabowo tidak merevisi Perpres ini, karena sedang mereka gugat melalui mekanisme judicial review di Mahkamah Agung (MA).
Judicial Review yang dilakukan khususnya pasal 3 poin ke 4 terkait adanya pengecualian dalam pengembangan PLTU baru untuk industri dan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Ketua Walhi Sulteng, Sunardi Katili mengatakan, Judicial Review atas perpres ini dilakukan karena adanya penggunaan batu bara di kawasan industri pengolahan nikel di Pulau Sulawesi. Menurutnya, kawasan-kawasan industri nikel di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara memberikan dampak signifikan terhadap perubahan iklim dan kerusakan ekologi.
“Bahkan, dalam beberapa temuan, situasi ini juga dinilai melanggar hak asasi manusia, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di kawasan lingkar industri. Dampaknya meliputi gangguan kesehatan seperti ISPA, penyakit kulit, gatal-gatal, serta pencemaran air,”kata Sunardi saat Konferensi Pers, Selasa (25/11/2025).
Menurutnya, semua persoalan lingkungan itu bersumber dari aktivitas industri nikel yang di dalamnya terdapat jeti, smelter, dan PLTU berbahan bakar batu bara.
“Karena itu, kami menyoroti khusus penggunaan batu bara dan mendesak agar segera dihentikan. Perpres 112 Tahun 2022 masih memberikan izin penggunaan batu bara untuk PLTU captive, sementara negara di sisi lain berupaya menurunkan emisi demi menekan kenaikan suhu bumi—sebagaimana ditegaskan dalam Paris Agreement maupun pembahasan terbaru pada COP 30 di Brasil,”katanya.