SULTENG RAYA-Yayasan Sikola Mombine mengecam keras dugaan kekerasan verbal yang dialami oleh Amri (16), anak di bawah umur asal Desa Beko/Awo, Kecamatan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una. Dugaan kekerasan tersebut ditengarai menjadi penyebab utama hingga korban mengakhiri hidupnya sendiri.
Peristiwa memilukan ini bermula dari tuduhan pencurian uang sebesar Rp500.000 yang dilontarkan secara terbuka oleh oknum Sekretaris Desa (Sekdes) berinisial SM. Tuduhan itu dilayangkan tanpa dasar bukti yang jelas dan dinilai menyudutkan korban secara sosial. Dalam waktu hanya lima hari sejak pernyataan tersebut, korban ditemukan meninggal dunia akibat bunuh diri.
“Kami sangat prihatin dan marah. Peristiwa ini mencerminkan kegagalan negara dalam melindungi anak-anak dari kekerasan psikis dan stigma sosial,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan Sikola Mombine, Nur Safitri Lasibani, dalam siaran pers tertulis yang diterima redaksi, Kamis (17/7/2025).
Menurut keluarga korban, Amri mengalami tekanan mental berat pasca-tuduhan tersebut. Dampaknya sangat memengaruhi kondisi psikis korban yang masih tergolong usia rentan. Yayasan Sikola Mombine menilai tindakan yang dilakukan oleh SM tidak hanya mencoreng martabat anak, tapi juga melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
“Dalam Pasal 1 angka 16 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, ditegaskan bahwa setiap perbuatan terhadap anak yang menimbulkan penderitaan psikis, termasuk tuduhan palsu dan perlakuan merendahkan, adalah bentuk kekerasan,” tegas pernyataan tersebut.
Desakan kepada Pemda dan Penegak Hukum