SULTENG RAYA — Suara penolakan terhadap aktivitas tambang emas ilegal kembali menggema, kali ini dari Desa Taopa Utara, Kecamatan Taopa, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah.

Aktivitas tambang yang dilakukan di sepanjang bantaran sungai desa tersebut menjadi sorotan tajam warga dan pemerintah desa setempat, karena dinilai berpotensi merusak lingkungan dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat.

Desa Taopa Utara selama ini dikenal sebagai wilayah agraris, di mana sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup dari hasil perkebunan. Kopra, kakao, dan hasil kebun lainnya telah lama menjadi tumpuan ekonomi masyarakat desa. Namun dalam beberapa waktu terakhir, muncul kelompok warga yang mulai beralih melakukan aktivitas pertambangan emas tanpa izin di bantaran sungai. Aktivitas ini dilakukan secara terbuka dengan melibatkan alat berat, dan telah menimbulkan kekhawatiran besar di tengah masyarakat.

Aktivitas tambang emas ilegal ini dinilai sangat membahayakan, baik dari sisi ekologi maupun sosial. Penggunaan alat berat di lokasi yang dekat dengan pemukiman dan area perkebunan telah menyebabkan kerusakan pada struktur tanah dan mengganggu aliran sungai. Potensi bencana seperti banjir bandang dan tanah longsor menjadi ancaman nyata bagi warga sekitar. Bahkan, beberapa lahan kebun warga mulai menunjukkan tanda-tanda erosi dan perubahan aliran air yang mengganggu irigasi lokal.

Ketegangan di tengah masyarakat pun sempat memuncak. Aksi unjuk rasa dari dua kubu, baik yang pro maupun yang kontra terhadap tambang emas ilegal, sempat berlangsung dalam beberapa kesempatan. Aksi ini menciptakan polemik di antara warga, bahkan meretakkan hubungan sosial di tingkat komunitas. Namun, seiring berjalannya waktu dan meningkatnya kesadaran warga akan risiko yang ditimbulkan, mayoritas masyarakat kini memilih untuk menolak keberadaan tambang ilegal tersebut.

Kepala Desa Taopa Utara, Riman Synantra, menyampaikan sikap resmi pemerintah desa sekaligus mewakili suara mayoritas masyarakat. Dalam pernyataan resminya yang dirilis pada Senin, 2 Juni 2025, ia menegaskan bahwa aktivitas tambang emas ilegal bukan hanya merusak alam, tetapi juga hanya menguntungkan segelintir kelompok, terutama para pemodal dari luar desa.