SULTENG RAYA- Kontroversi Miftah Maulana Habiburrahman menghina penjual es teh menjadi isu nasional. Pasalnya, pria yang dikenal dengan panggilan Gus Miftah kini berstatus sebagai pejabat negara, Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.

Sikapnya dinilai masyarakat sama sekali tidak mencerminkan sikap seorang pendakwah, yang seharusnya memberikan contoh mengedepankan sikap menghormati dan menghargai orang lain, termasuk profesi sepanjang itu tidak melanggar syariah dan hukum negara.

Apa lagi jika berbicara sebagai seorang pejabat negara, tidak sepatutnya mengolok-olok masyarakat kecil, sampai mengeluarkan kalimat menghina dan merendahkan. Jauh sekali dari sikap yang selama ini dicontohkan oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, justru berulang kali dalam pernyataan dan sikapnya yang menunjukkan penghormatan kepada masyarakat kecil.

Menurut seorang Akademisi di Kota Palu, Dr. Moh. Rizal Masdul, Gus Miftah merupakan contoh pejabat negara yang buruk dan sepantasnya mengundurkan diri, karena hanya menjadi beban pemerintahan Prabowo Gibran. 

Terlebih perilaku buruk merendahkan masyarakat kecil itu tidak hanya sekali dilakukan, bahkan itu pernah dilakukan pada seorang artis senior Yati Pesek. Menghina dan mengolok-olok masyarakat kecil telah menjadi bagian dari gaya dakwahnya, termasuk menyamakan manusia yang bersalaman dengan dirinya dengan najis, sekalipun itu dibungkus dengan gaya candaan, namun hal itu sangat tidak mendidik.

Hanya saja, kali ini Gus Miftah kena sialnya setelah rekaman videonya viral dan mendapat tangggapan negatif dari berbagai kalangan di masyarakat Indonesia.

Sekalipun Gus Miftah telah meminta maaf, namun permintaan maaf itu dinilai sangat terlambat, bahkan terkesan bukan permintaan maaf sebagai bentuk penyesalan, melainkan karena menuruti perintah Presiden melalui Seskab Mayor Teddy.

Pasalnya, video viral itu terjadi di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Magelang, Jawa Tengah, pada Senin (25/11/2024), dan Gus Miftah meminta maaf pada Rabu (4/12/2024) artinya setelah berselang beberapa hari baru meminta maaf.

“Jika betul-betul dia menyadari itu sebuah kesalahan, maka seharusnya dia meminta maaf di saat itu juga, atau paling tidak sehari setelahnya, namun itu tidak dia lakukan, Ia meminta maaf setelah diperintah Bosnya (Presiden) lewat Seskab, artinya meminta maaf atas dasar Presiden, bukan karena penyesalan,”jelas Rizal, Jumat (6/12/2024).

Sikap seperti ini kata Rizal, sangat tidak tepat dimiliki seorang pejabat publik, selain tidak memiliki rasa hormat pada masyarakat kecil bahkan cenderung menghinakan juga memiliki sikap angkuh, merasa paling benar dan hebat dari yang lain.

 “Sikap ini sangat jauh dari yang diajarkan  oleh Prabowo selama ini, karena itu sangat tidak tepat jika orang ini masih berada di lingkaran kekuasaan Prabowo,”ujarnya.  

Ia berharap, peristiwa Gus Miftah harus menjadi pelajaran bagi siapapun yang telah menjadi pejabat publik di negara ini, berhati-hati dalam berkomunikasi, tidak sembarangan mengeluarkan narasi, harus dipastikan itu tidak melukai perasaan orang lain. ENG