SULTENG RAYA – Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tengah menyebut tukar petani (NTP) di daerah mengalami kontraksi menguat 0,72 persen dari Agustus 2023 terhadap bulan sebelumnya.

Kepala BPS Sulteng, Simon Sapary, mengungkapkan, kenaikan NTP itu disebabkan andil positif sejumlah subsektor seperti; subsektor tanaman perkebunan rakyat yang kontraksi naik 1,46 persen, subsektor hortikultura kontraksi naik 1,19 persen.

Selanjutnya, kata dia, subsektor perikanan yang mengalami kontraksi kenaikan sebesar 1,11 persen. Dengan demikian, tiga subsektor itu memberikan andil terhadap indeks yang diterima dan yang harus dibayar petani mengalami peningkatan.

“Hanya satu subsektor yang mengambil andil negatif pada NTP Sulteng di bulan Agustus yakni sebsektor peternakan yang mengalami kontraksi pelemahan dengan persentase sebesar -0,64 persen. Akibatnya, indeks yang diterima dan yang harus dibayar petani masing-masing juga menurun,” kata Simon dalam video conferences virtual, belum lama ini.

Secara kumulatif, lanjutnya, selama Agustus 2023, indeks harga yang diterima petani tercatat 127,84 naik sebesar 1,03 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 126,54. Kenaikan itu dipengaruhi oleh naikya subsektor horti kultura sebesar 1,50 persen, subsektor perkebunan sebesar 1,76 persen dan subsektor perikanan sebesar 1,38 persen.

“Sementara, indeks harga yang dibayar petani dipengaruhi oleh komponen pengeluaran baik untuk konsumsi rumahtangga maupun fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil . Indeks harga yang dibayar petani selama Agustus 2023 mengalami kenaikan sebesar 0,31 persen dibanding bulan sebelumnya. Kenaikan itu disebabkan oleh naiknya seluruh subsektor, selain satu subsektor lainnya,” ungkapnya.

Pada kategori Nilai Tukar Usaha Rumahtangga Pertanian (NTUP), Sulteng juga kontraksi sebesar 107,64 mengalami kenaikan sebesar 0,96 persen dibandingkan Juli 2023.

“Komponen ini menghitung murni biaya produksi yang dikeluarkan untuk pertanian tanpa memperhitungkan pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga. NTUP diharapkan lebih mencerminkan kemampuan daya tukar hasil produksi rumahtangga petani terhadap pengeluaran biaya selama proses produksi,” tutupnya. RHT