“Situs ini harus kita lindungi bersama sebagai wisata budaya yang memiliki tantangan, seperti vandalisme dan pengaruh cuaca yang menyebabkan pelapukan. Harapannya, kawasan ini tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga di tingkat dunia, sehingga peradaban masa lalu dapat terus diungkap dan dipelajari,” ujar Menteri Kebudayaan.

Lebih lanjut, Menteri Kebudayaan berharap dilakukan pemasangan pembatas untuk mengamankan area situs cagar budaya dari potensi kerusakan. Selain itu, upaya konservasi preventif juga perlu dilakukan sebagai langkah pencegahan terhadap pelapukan pada tinggalan megalitik yang diperkirakan telah berusia sekitar 2.000 tahun.

Salah satu megalit yang menjadi perhatian utama adalah Megalit Tadulako, yang dikenal dalam sejarah lokal sebagai simbol panglima perang. Sementara itu, Megalit Pokekea menggambarkan keberadaan kalamba (tempayan batu besar) diyakini sebagai wadah kubur (sarkofagus) kolektif atau tempat penyimpanan air untuk ritual.

Selain memiliki nilai arkeologis yang tinggi, Kawasan Megalitik Lore Lindu juga menjadi destinasi unggulan pariwisata budaya Sulawesi Tengah yang berpeluang besar dikenal di tingkat nasional hingga internasional.

Turut mendampingi dalam kunjungan tersebut, Direktur Jenderal Pelestarian dan Tradisi Kementerian Kebudayaan Dr. Restu Gunawan, Staf Khusus Menteri Kebudayaan Rachmanda Primayudha, Sekretaris Direktorat Jenderal Kementerian Kebudayaan Wawan Yogaswara, perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XVIII, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah Andi Kamal Lembah, Dinas Kebudayaan Kabupaten Poso, serta perwakilan lembaga adat Lembah Behoa. * WAN