Sebagai warga Sulawesi Tengah, dan pernah merasakan betapa kelamnya tahun 2018 saat Palu, Sigi, dan Donggala digulung likuefaksi dan tsunami, kami tahu betul rasanya menunggu bantuan yang terhambat birokrasi. Kami tahu rasanya ketika status bencana diperdebatkan di meja rapat ber-AC sementara mayat saudara kami membusuk di balik reruntuhan. Trauma itu mengajarkan kami bahwa dalam bencana, kecepatan adalah nyawa.

Kami mendesak pemerintah pusat:

  1. Tetapkan Status Bencana Nasional untuk Aceh, Sumut, dan Sumbar segera. Buka keran anggaran APBN seluas-luasnya.
  2. Terima Bantuan Internasional dengan tangan terbuka. Jangan biarkan ego birokrasi menghalangi sepiring nasi bagi korban.
  3. Evaluasi Total Kebijakan Lingkungan. Hentikan izin-izin yang merusak benteng alam Sumatera.

Sikap “optimistis” semu yang ditunjukkan pemerintah saat ini melukai hati para penyintas dan sesama anak bangsa. Tidak ada optimisme di wajah pengungsi yang kehilangan tempat tinggal. Yang ada hanyalah ketidakpastian. Jangan biarkan saudara-saudara kita di Sumatera menunggu lebih lama hanya karena perdebatan definisi di meja rapat Istana.**