Suardi menambahkan, lahan yang dikelola warga pun relatif kecil, mayoritas hanya sekitar dua per tiga hektare. Kondisi berbeda tampak pada penguasaan lahan oleh korporasi besar yang mencapai ratusan hingga ribuan hektare.

“Kita perlu memperhatikan keadilan sosial. Jangan sampai rakyat kecil justru terpinggirkan di tanah leluhur mereka sendiri,” tegasnya.

Dirinya mendorong Pemerintah Provinsi, khususnya Dinas Kehutanan, untuk meninjau ulang peta batas hutan agar kepentingan masyarakat turut dipertimbangkan.

“Perlindungan hutan tetap penting, tetapi memastikan rakyat terlindungi hukum juga adalah kewajiban negara,” tambahnya lagi.

Warga Matolele berharap kehadiran pemerintah bukan sebatas pengawasan hutan, namun juga pengayoman bagi kehidupan yang telah lama mereka bangun. Mereka menunggu jawaban pasti agar patok yang terpancang di belakang dapur itu tidak selamanya menjadi simbol ketakutan pada masa depan. AJI