“Selama DROFLERD- DRM, ada ratusan tokoh agama yang terlibat dalam mewujudkan rumah ibadah yang lebih aman, serta membangun fungsi tanggap darurat. Kami juga membentuk forum tokoh agama untuk bencana,”tambahnya.

Dia menjelaskan,ketika terjadi bencana, rumah ibadah dapat digunakan sebagai tempat evakuasi. Namun, harus dipisahkan praktik antara prinsip keibadahan dan kemanusiaan, sehingga masing-masing dapat menerima meski berbeda keyakinan.

“Kita tentunya tidak bisa berhenti disini saja, apalagi dengan keberadaan patahan Palu Koro, maka itu kami berharap Lesson Learned kita dapat mendapat pelajaran penting, yang dikemas untuk direplikasi dan diperluas ditempat yang sama,”ujarnya.

Sementara, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Setda Provinsi Sulteng, Fahruddin Yambas berharap kegiatan yang telah dilaksanakan Islamic Relief Indonesia, khususnya selama penanganan pascabencana, seperti peningkatan kapasitas tokoh-tokoh agama, serta kegiatan PRB (Pengurangan Risiko Bencana) dapat terus dilaksanakan, mengingat wilayah Sulteng yang rawan bencana.

Pihaknya juga mengapresiasi apa yang telah dilaksanakan Islamic Relief, salah satunya mendampingi serta membentuk kelompok agama tangguh bencana, seperti Tim Siaga Bencana GPID Patmos Jono Oge, Tim Darma Siaga Pura Jagatnatha dan Tim Siaga Bencana Masjid Jami Al Hidayah.

“Untuk itu, kita berharap kepada para tokoh agama yang telah mengikuti edukasi soal kebencanaan agar lebih memahami bahwa bencana menjadi bagian yang tidak terelakan, olehnya edukasi kebencanaan harus gencar dilakukan,”ungkapnya. AMR