Kemendukbangga/BKKBN, kata Prof. Budi, memiliki mandat strategis dalam tata kelola kependudukan untuk menjaga keseimbangan populasi. Supply berupa penduduk berkualitas pendidikan, keterampilan, kompetensi sementara demand berupa ketersediaan industri dan dunia usaha. Ketika populasi produktif tidak terserap dunia kerja, produktivitas negara terancam.
Menuju Indonesia Emas 2045, Prof. Budi menguraikan sejumlah prasyarat seluruh penduduk menempuh wajib belajar 13 tahun, memiliki keterampilan profesi dan sertifikat kompetensi, terserap sebagai job seeker atau menjadi job creator, berkontribusi melalui pajak penghasilan, serta memperoleh perlindungan sosial yang memadai.
Ia mengibaratkan strategi pembangunan seperti mendesain sepeda. “Kalau stand kecil, roda terlalu besar, atau rantai putus, tidak mungkin sepeda itu sampai ke tujuan. Begitu juga dengan pembangunan seluruh komponen harus selaras dan proporsional,” ujarnya.
Prof. Budi juga mengingatkan mahasiswa untuk meningkatkan nilai jual melalui sertifikat kompetensi yang kompatible dengan minat akademik. Ia mendorong kampus membangun sistem identifikasi kebutuhan pasar tenaga kerja melalui gathering rutin bersama HRD mitra.
Dari forum itu kampus dapat memetakan kebutuhan industri, menyiapkan kurikulum dan pelatihan tambahan, sekaligus menutup ketidaksesuaian antara output pendidikan dan kebutuhan dunia kerja. Selain sebagai tenaga kerja, mahasiswa juga didorong menjadi pelaku wirausaha (job creator) dan bagian dari rantai pasok produksi maupun pemasaran.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum Universitas Tadulako, Prof. Dr. M. Rusyadi H., M.Si, dalam sambutannya menyoroti fenomena kependudukan yang menunjukkan peningkatan signifikan jumlah perempuan berpendidikan dan produktif di masa mendatang.
“Lebih banyak perempuan nanti, mudah-mudahan rumah tangga menjadi lebih bagus ke depan. Kaum terdidik itu sekarang didominasi oleh perempuan,”ujarnya. AMR