Oleh: Temu Sutrisno
Demokrasi membuat ruang publik baik di dunia nyata maupun dunia digital, dipenuhi beragam suara masyarakat. Setiap warga negara memiliki hak untuk berbicara, mengkritik, dan menyampaikan pandangan terhadap isu-isu yang berkembang. Namun, tidak semua pernyataan berada di wilayah yang sama. Ada batas tegas antara menyampaikan pendapat dan menuduh, batas yang sering kali kabur di tengah derasnya arus informasi dan emosi.
Memahami perbedaan keduanya menjadi penting agar kebebasan berpendapat tetap terjaga, tetapi martabat dan kehormatan setiap orang juga terlindungi.
Menyampaikan Pendapat: Pilar Kebebasan Berdemokrasi
Dalam sistem demokrasi, kebebasan berpendapat adalah hak dasar yang dijamin oleh konstitusi. UUD 1945 serta Undang-Undang Hak Asasi Manusia mengakui bahwa setiap warga negara berhak memberikan opini, menilai kebijakan, mengkritik pejabat publik, hingga menyampaikan saran terhadap jalannya pemerintahan.
Pernyataan yang termasuk dalam kebebasan berpendapat biasanya berupa opini, penilaian subjektif, kritik, masukan konstruktif, dan ekspresi pemikiran pribadi.
Semua itu ditujukan kepada isu, kebijakan, atau tindakan, bukan kepada tuduhan adanya tindak pidana atau kesalahan faktual tanpa bukti.
Meski merupakan hak fundamental, kebebasan menyampaikan pendapat tidak bersifat mutlak. Penyampaian pendapat dibatasi oleh hak dan martabat orang lain, ketertiban umum, serta norma dan aturan hukum yang berlaku.
Dengan kata lain, mengkritik pejabat boleh, tetapi tidak boleh menghina pribadinya. Menilai suatu kebijakan sah, tetapi memfitnah individu adalah pelanggaran. Selama berada di dalam koridor tersebut, penyampaian pendapat tidak dapat dipidana. Kritik bukanlah kejahatan, dan keberatan terhadap suatu kebijakan bukanlah fitnah.
Menuduh: Ketika Pernyataan Menjadi Delik