Menurut catatan Yayasan Sikola Mombine, kasus ini pertama kali dilaporkan pada bulan Mei 2025. Namun, hingga awal November 2025, belum ada tindak lanjut jelas dari pihak kepolisian terkait hasil penyelidikan, penetapan tersangka, maupun perlindungan psikologis yang komprehensif bagi para korban.
Yayasan Sikola Mombine menilai bahwa lambannya proses hukum ini berpotensi memperburuk kondisi psikologis korban dan menurunkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum. Lambannya proses hukum bukan hanya bentuk kelalaian, tapi juga memperpanjang penderitaan korban dan keluarga. Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, aparat penegak hukum berkewajiban untuk memberikan penanganan cepat, ramah anak, dan berperspektif korban dalam kasus kekerasan terhadap anak.
“Kami mendesak Polda Sulawesi Tengah untuk segera mempercepat proses penyelidikan dan memastikan pelaku kekerasan seksual terhadap tiga anak di Pakuli Utara dapat segera diproses hukum. Keadilan untuk anak-anak korban tidak boleh ditunda,” tambahnya.
Yayasan Sikola Mombine juga mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi dan Kabupaten Sigi, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk aktif memastikan pemenuhan hak-hak korban, termasuk pendampingan hukum, rehabilitasi psikologis, dan jaminan keamanan. AMR