Selain poltik uang, Tantangan yang harus di jinakkan Ketika skema pemilu local, Ketika memilih Bupati, gubernur, dan DPRD secara bersamaan adalah menjaga keharmonisan interaksi sosial Masyarakat. Dekatnya para kandidat baik itu bupati, Gubernur, dan DPRD dalam hubungan sosial dan kekerabatan berpotensi mengganggu keharmonisan sosiol antar warga Masyarakat. 

Kalau kita lihat misalnya dalam pemilu, ketegangan di tingkat bawah terjadi dalam perebutan kursi DPRD di banding DPR RI, DPD RI, maupun Pemilihan Presiden. Bahkan, dalam mekanisme PKPU terlihat dalam pengaturannya, Dimana penghitungan suara di mulai dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Begitu juga dengan proses rekap dimulai dari Presiden dan diakhiri oleh rekap DPRD Kab (lihat PKPU Nomor 25 Tahun 2023 dan PKPU Nomor 5 tahun 2024). Dari susunan  perhitungan dan rekap, menunjukkan, bahwa pembuat undang-undang sudah memahami, bahwa rekap itu dimulai dari yang mudah dan terakhir yang paling sulit. Pengalaman penulis sebagai penyelenggara pemilu menunjukkan fakta itu, bahwa atensi dan perdebatan paling intens adalah saat pembacaan hasil rekap DPRD Kab. Karena, memang secara psikologi antara calon dengan Masyarakat memiliki hubungan kekerabatan secara langsung.

Fakta sederhana itu, mengkonfirmasi kepada kita, bahwa skema “pemilu local” memiliki potensi mengganggu interaksi sosial antar warga negara di Tingkat bawah, karena ada dua momentum yang memiliki “ketenangan paling tinggi” yaitu pemilihan DPRD dan pemilihan Bupati di gabung menjadi satu faket kontesatasi, yang calon-calonnya secara psikologi memiliki relasi sosial paling dekat dengan Masyarakat bawah.

Kesimpulan