Africhal menambahkan, pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah mengapa praktik ilegal yang membahayakan nyawa manusia ini masih dibiarkan berlangsung? Siapa yang sebenarnya diuntungkan dari aktivitas tambang tanpa izin ini?, dan mengapa nyawa manusia seolah menjadi harga yang murah dalam pusaran bisnis gelap pertambangan?

Dia melanjutkan, pihaknya memahami persoalan PETI tidak sesederhana hitam dan putih. Ada dimensi ekonomi, sosial, dan kemiskinan struktural yang melatarbelakanginya. Namun, membiarkan aktivitas berbahaya ini terus berlanjut dengan dalih apapun adalah bentuk ketidakberpihakan kepada keselamatan jiwa manusia.

YAMMI juga mengingatkan Pemerintah Kota Palu dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk tidak hanya bersikap reaktif ketika korban berjatuhan, tetapi harus proaktif dalam mencegah tragedi serupa.

Seperti diketahui, kejadian tragis terjadi pada Kamis (9/10/2025) sekira pukul 19.00 Wita di lokasi tambang ilegal “Vavolapo”, menewaskan seorang penambang berinisial HR yang tertimbun longsor saat tengah memuat material ke truk. Tragedi sebelumnya, tepatnya awal Juni 2025, dua penambang tewas dalam kejadian serupa di lokasi “Kijang 30”.

Satu korban yang merupakan warga Kecamatan Palolo meninggal di lokasi, sementara korban lainnya yang berasal dari Provinsi Gorontalo menghembuskan napas terakhir dalam perjalanan menuju rumah sakit. AMR