SULTENG RAYA – Menyikapi insiden atas meninggalnya penambang di area Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Yayasan Advokasi Masyarakat Madani Indonesia (YAMMI) Sulawesi Tengah mendesak aparat penegak hukum agar mengusut tuntas jaringan dan aktor intelektual di balik operasional PETI Poboya yang telah beroperasi bertahun-tahun tanpa izin. Demikian disampaikan, Direktur Kampanye dan Advokasi YAMMI Sulteng, Africhal Khamane’i, S.H, melalui kiriman press rilis, Sabtu (11/10/2025).

Dia juga meminta agar aparat menindak tegas para pemilik dan pengelola tambang ilegal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku tambang tanpa izin, dan juga menutup secara permanen seluruh lokasi PETI yang ada di Poboya serta mengungkap kemungkinan adanya pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum aparat yang memungkinkan aktivitas ilegal ini terus berlangsung.

Dia menjelaskan, rentetan peristiwa tewasnya penambang akibat longsor menunjukkan bahwa aktivitas PETI di Poboya telah menjadi ‘bom waktu’ yang sewaktu-waktu dapat meledak dan memakan korban. Menurutnya para penambang yang bekerja disana adalah warga yang terdesak secara ekonomi, namun mereka justru dihadapkan pada kondisi kerja yang sangat berbahaya tanpa standar keselamatan yang memadai.

“Tidak ada pengawasan, tidak ada prosedur keselamatan, dan tidak ada jaminan perlindungan bagi para pekerja. Yang lebih memprihatinkan, aktivitas tambang ilegal ini terus beroperasi dengan leluasa meskipun telah berulang kali memakan korban jiwa,”ujarnya.