Misalnya, TribunPalu.com dalam beritanya Kamis, 13 Februari 2025 yang mewawancarai Sekretaris DLH (Dinas Lingkungan Hidup), Ibnu Mundzir, menyatakan bahwa Pemerintah Kota Palu merancang kawasan konservasi mangrove seluas 10 ha dalam rencana tata ruang, salah satunya kawasan yang direncanakan adalah Layana Indah, tempat giat anak-anak Mangrovers melakukan rehabilitasi. Berbeda dengan DLH, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) menetapkan status Pantai Dupa sebagai kawasan tangkapan ikan. Perbedaan ini membuat sulit pengajuan status kawasan tersebut.

Akbar dkk (2020) dalam hasil penelitiannya jelas mengatakan bahwa upaya menjaga dan mewujudkan kelestarian lingkungan hidup sekaligus memitigasi risiko tsunami dilakukan melalui penataan ulang serta pengembangan kawasan lindung di Kota Palu. Perencanaan lanskap untuk mitigasi tsunami ini difokuskan pada kawasan lindung yang fungsinya telah menurun akibat aktivitas budidaya maupun bencana alam. Jelas, status kawasan tanpa tawar harus dilakukan.

Awalia dan Purwaningrum (2022) melakukan kajian tentang apakah program mangrove di Layana Indah layak dilakukan untuk mitigasi bencana tsunami dengan menggunakan metode pendekatan nilai ekonomi dari fungsi mangrove. Hasilnya menunjukkan bahwa, manfaatnya Rp. 1.5 dan biayanya yaitu Rp. 1. Artinya, program mangrove sebagai upaya mitigasi bencana tsunami di Pantai Dupa Layana Indah sangat layak untuk dilakukan karena manfaat yang diperoleh lebih banyak dari biaya yang dikeluarkan.

Langkah positif baru datang dari level nasional. Pada 7 Juli 2025 terbit PP No. 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (PPEM). Peraturan ini menegaskan perlindungan mangrove di dalam maupun di luar kawasan hutan serta mengatur fungsi lindung dan budidaya mangrove secara nasional. Artinya, mangrove yang sudah tumbuh baik di Pantai Dupa—yang kebanyakan berada di luar kawasan hutan—harus dilindungi sama seperti mangrove dalam kawasan hutan. PP ini juga mewajibkan restorasi mangrove apabila terjadi kerusakan. Meski begitu, perlu peraturan turunan di tingkat Provinsi dan Kota agar mekanisme pelaksanaan di lapangan bisa berjalan efektif. Dengan adanya PP Mangrove, setidaknya kekhawatiran selama ini tentang bagaimana mangrove yang sudah tumbuh sehat dan besar di Pantai Dupa itu, di masa akan datang, tidak perlu dilanjutkan karena sudah ada payung hukumnya.

Dari uraian di atas, jelas rehabilitasi yang dilakukan oleh berbagai pihak yang peduli telah membuahkan hasil. Bahkan, spesies Rhizophora mucronatayang ditanam 2019 sudah melahirkan anak kandungnya. Lebih lanjut, kegiatan yang telah dilakukan oleh teman-teman Mangrovers maupun para kolaborator seharusnya menjadi bahan bakar kepada para pemerintah agar serius terhadap mitigasi yang mereka wacanakan sendiri. Bukan hanya lewat kolaborasi menanam, tetapi kepastian dalam status kawasan di Pantai Dupa itu. Areal rehabilitasi tersebut berhak mendapatkan status kawasan yang jelas. Nama baru untuk Pantai Dupa!