Pelatihan juga didukung pengadaan mesin pengolah sagu otomatis guna meningkatkan efisiensi dan mutu produksi. Produk turunan sagu seperti mie, keripik, dan cookies menjadi fokus pengembangan. Kendala teknis yang semula dihadapi warga, seperti adonan mie yang mudah hancur, berhasil diatasi dengan penyesuaian komposisi tepung dan teknik pengolahan yang lebih tepat.

“Dengan adanya kegiatan ini, kami bisa mengelola sagu dengan lebih baik. Pelatihan yang diberikan membuat kami yakin bisa memproduksi olahan sagu yang berpeluang mendapat legalitas dan dipasarkan lebih luas. Ini harapan besar bagi masa depan kami,” ungkap Lela, salah satu petani sagu.

Selain manfaat ekonomi, program ini juga mendorong pola konsumsi pangan sehat berbasis lokal. Produk olahan sagu yang memiliki indeks glikemik rendah dinilai berpotensi membantu pencegahan penyakit degeneratif, termasuk diabetes.

Tim pengabdi Untad berharap program ini dapat menjadi model pemberdayaan masyarakat desa berbasis potensi lokal. Nilai tambah dari diversifikasi produk sagu diharapkan mampu mengubah pola pikir masyarakat dari pengolahan tradisional menuju usaha profesional yang berorientasi pasar, sekaligus melestarikan budaya pangan lokal. *ENG