SULTENG RAYA –Di tengah upaya pemerintah untuk menurunkan angka stunting dan meningkatkan kualitas kesehatan ibu hamil, peran Puskesmas dan layanan kesehatan dasar menjadi sangat vital.
Namun, dibalik keberhasilan program-program tersebut, ada sosok yang sering kali luput dari sorotan tetapi bekerja tanpa lelah di tingkat desa yakni para kader kesehatan. Kader kesehatan adalah ujung tombak layanan di masyarakat.
Mereka bukan sekadar relawan, tetapi perpanjangan tangan tenaga kesehatan profesional. Kedekatan mereka dengan warga membuat pesan-pesan kesehatan lebih mudah diterima, terutama bagi kelompok rentan seperti ibu hamil. Peran mereka semakin krusial ketika dihadapkan pada masalah Kurang Energi Kronik (KEK) yang masih tinggi di banyak daerah, termasuk Tolitoli, Sulawesi Tengah.
KEK pada ibu hamil bukan hanya persoalan individu, melainkan masalah kesehatan masyarakat. Kondisi ini berimplikasi besar terhadap janin, meningkatkan risiko bayi lahir dengan berat rendah, komplikasi persalinan, bahkan stunting. Maka, deteksi dini dan penanganan cepat menjadi kunci pencegahan.
“Menyadari urgensi tersebut, sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, kami dari Poltekkes Kemenkes Palu mengambil langkah nyata berupa pelatihan kader kesehatan tentang deteksi dini risiko KEK pada ibu hamil di Desa Buntuna, wilayah kerja UPT Puskesmas Baolan,’’ujar Dosen Stikes Palu Hasni, Minggu (14/9/2025).
Dalam pelatihan ini, para kader dibekali keterampilan praktis seperti cara mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA), mengukur berat badan (BB), mengukur tinggi badan (TB) dan menghitung IMT untuk memantau status gizi ibu hamil, mengenali tanda-tanda risiko KEK, hingga teknik komunikasi persuasif dalam memberikan edukasi gizi.
Lebih dari itu, mereka juga dilatih untuk mendokumentasikan data secara sistematis agar dapat menjadi bahan intervensi tenaga kesehatan di Puskesmas.
Penguatan kapasitas kader merupakan investasi jangka panjang bagi kesehatan desa. Kader bukan hanya pencatat data, mereka adalah agen perubahan. Dengan keterampilan deteksi dini, kader dapat segera melaporkan kasus KEK sehingga penanganan bisa lebih cepat dan tepat.
Pelatihan ini membuat kader lebih percaya diri dalam mendampingi ibu hamil di lingkungannya, mereka jadi tahu cara sederhana tapi penting untuk mendeteksi KEK, dan bisa langsung memberikan informasi ke Puskesmas.
“Membangun kesehatan masyarakat tidak cukup hanya mengandalkan tenaga medis dan sarana kesehatan. Fondasi utama ada pada pemberdayaan kader desa yang setiap hari bersentuhan langsung dengan masyarakat,’’katanya.
Kolaborasi antara akademisi, Puskesmas, dan kader desa seperti ini adalah langkah strategis. Dengan memperkuat kompetensi kader, layanan kesehatan bukan hanya hadir, tetapi juga benar-benar menjangkau ibu hamil yang membutuhkan. Melalui deteksi dini risiko KEK, harapannya angka kejadian dapat ditekan dan generasi sehat bebas stunting dapat terwujud di Kabupaten Tolitoli. *WAN