Kondisi ini, membuat ASN selalu saja berada dalam tarikan kepentingan kekuasaan untuk menjadi vote getter dalam memenangkan pertarungan. Relasi, jejaring, dan kewenangan yang dimiliki pejabat ASN di lingkungan pemerintahan menjadi daya Tarik bagi pasangan calon untuk menarik para pejabat ASN dalam gelanggang kontestasi. Karena, memang harus diakui bahwa pejabat dalam pemerintahan memiliki pengaruh luas di Masyarakat untuk mengkonsolidasi pilihan publik.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengungkapkan, data motif pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Beberapa alasan adalah adanya paksaan dari pihak lain untuk berlaku tidak netral. Dari data analisis pelanggaran netralitas ASN tahun 2017-2018 terlihat, sebanyak 10 persen ASN mencoba-coba tidak netral. Sementara sekitar 20 persen ketidaknetralan ASN karena ada niat. Lalu 70 persen karena terpaksa atau ada paksaan pihak lain (https://fin.co.id/2020/02/2).
Data diatas menunjukkan betapa Posisi ASN sangat rentan di Tarik dalam arena politik. Posisi ASN sama seperti apa yang di gambarkan James Scott tentang teori patron-klien, Dimana ASN sebagai klien tentu berada dalam tarikan penguasa (patron) untuk mengkonsolidasi dukungan, dan tentu ASN (klien) memperoleh insentif posisi dan atensi dari kekuasaan (symbiosis mutualisme). Eksistensi ASN sangat lemah dalam posisi ini, karerna berada dalam hubungan yang hierarkis. Oleh karena itu, harus ada Langkah nyata untuk mencari Solusi terhadap problem ini. Menurut penulis minimal dua hal yang harus dilakukan untuk menyelamatkan tarikan politik yang menyebabkan ASN berada dalam persimpangan jalan.
Memperkuat Prinsip Meritokrasi
Prinsip meritokrasi” adalah prinsip pengelolaan sumber daya manusia yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, potensi, dan kinerja, serta integritas dan moralitas yang dilaksanakan secara adil dan wajar dengan tidak membedakan latar belakang suku, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau berkebutuhan khusus (UU No.20 tahun 2023). Prinsip meritokrasi memberi kesempatakan yang sama kepada siapa saja untuk menduduki jabatan apapun, dengan catatan memiliki kompetensi, integritas tinggi dan moralitas yang baik, tanpa pertimbangan dukungan politik.
Realitasnya, birokrasi kita kehilangan sentuhan meritokrasi dalam pengelolaannya. Pengisian jabatan bukan jadi kebutuhan organisasi agar lebih responsive dalam pencapaian tujuan pemerintah. Namun, lebih pada balas jasa dukungan politik saat kontestasi. Oleh karena itu, penerapan prinsip meritokrasi adalah salah satu cara mengurangi para ASN masuk dalam dukung-mendukung pasangan calon.