Penulis: SUPRIATMO LUMUAN
Ketua KPU Kab. Banggai Kepulauan periode 2023-2028
Salah satu ciri khas dari pelaksanaan pilkada adalah keriuhan di ruang publik, baik itu diskusi Masyarakat di warung-warung kopi yang jauh dari pusat-pusat kekuasaan, dan diskusi para elit politik untuk memenangkan pertarungan kontestasi. Namun, yang menarik ternyata keriuhan dan diskusi itu juga terjadi di jantung pemerintahan kita. ASN yang sejatinya dituntut netral dalam kontestasi, namun faktanya banyak oknum ASN justru menjadi “tim Sukses” paslon, Bahkan, mereka lebih “tim sukses” dari tim sukses.
Kecaman terhadap perilaku birokrat yang masih menjadi mesin politik dalam pilkada seakan masih menjadi keniscayaan terjadi. Seperti bola yang di lempar ke Lantai ia akan terus-menerus mengalami pengulangan (kelembanan). Ini artinya, perilaku berulang akan menjadi semacam hukum kelambanan (inersia) yang sukar untuk dihilangkan dalam masa transisi menuju demokrasi (Leo Agustino. 2009.154).
Pelibatan ASN dalam pusaran pilkada seakan menjadi salah satu garansi kemanangan dalam proses kontestasi. Eksistensi ASN selalu menjadi lahan rebutan oleh para paslon dalam mengkonsolidasi daulat rakyat. Kondisi ini, diperparah oleh prosesionalisme dan integritas ASN yang rendah, sehingga membuat ada semacam saling membutuhkan antara para calon yang ingin kemanangan, dan ASN yang menginginkan jalan pintas memperoleh jabatan melalui dukungan politik.
Walaupun, di sisi lain ASN berada dalam persimpangan jalan yang sangat dilematis. Tidak mendukung dianggap tidak loyal kepada pimpinan dan konsekuensinya jabatan mereka menjadi taruhan. Loyalitas telah di bajak untuk kepentingan pemenangan. Padahal ASN harus loyal pada bangsa dan negara bukan pada kepentingan individu.
Menurut penulis salah satu penyebabnya adalah karena ambiguitasnya konsep netralitas ASN. Mereka di tuntut untuk netral, sementara di sisi lain mereka memiliki hak untuk memilih. Berbeda dengan konsepsi netalitas TNI dan POLRI yang penulis sebut sebagai netralitas paripurna, karena di tuntut netral dan tak memiliki hak untuk memilih. Situasi inilah yang membuat ASN berada dalam kegamangan eksistensi di antara netral, tetapi punya hak untuk “berpihak” kepada pasangan calon melalui bilik-bilik TPS.