Pak Joko di Kalimantan menjual hasil kebun singkong untuk membiayai internet sekolah agar siswanya bisa mengakses materi pembelajaran digital. “mereka harus punya kesempatan yang sama dengan anak-anak di kota”,  tegasnya.

            Namun, keiklasan bukan berarti kita boleh terus membebani guru secara tidak adil. Ketika sistem gagal, guru yang disalahkan, Ketika siswa tidak berprestasi, guru yang dituding. Ketika fasilitas sekolah rusak, guru yang harus memperbaiki dengan dana pribadi. Ini bukan hanya tidak adil, tetapi kontraproduktif. Bagaimana kita bisa mengharapkan kualitas pendidikan yang baik jika kita terus memperlakukan guru sebagai “beban” alih-alih asset berharga?

            Sudah saatnya kita mengubah paradigma, keikhlasan guru bukan alasan untuk mengeksploitasi dedikasi mereka, tetapi justru menjadi motivasi untuk memberikan dukungan maksimal.

Pertama, pemerintah harus memastikan kesejahteraan guru melalui gaji yang layak dan fasilitas mengajar yang memadai. Kedua, masyarakat perlu mengubah cara pandang terhadap profesi guru- dari “pekerjaan sampingan” menjadi profesi mulia yang membutuhkan kompetensi tinggi. Ketiga, media massa harus lebih berimbang dalam memberitakan dunia Pendidikan, tidak hanya menyoroti kekurangan tetapi juga menghargai perjuangan guru.

Keikhlasan guru Indonesia adalah modal sosial yang tak ternilai. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang setiap hari berjuang membentuk karakter dan intelektualitas generasi penerus. Tanpa keiklasan mereka, sistem Pendidikan Indonesia mungkin sudah runtuh sejak lama. Kini saatnya keiklasan itu di balas dengan penghargaan yang setimpal. Bukan hanya dalam bentuk pujian di hari guru, tetapi melaui kebijakan yang pro-guru, dukungan masyarakat yang konsisten, dan pengakuan bahwa guru adalah investasi terbaik untuk masa depan bangsa.

Karena di balik setiap keikhlasan guru, tersimpan harapan akan Indonesia yang lebih baik. Dan harapan itu, layak untuk diperjuangkan bersama.

“Guru yang ikhlas tidak mengajar karena dia dibayar, tetapi dibayar karena dia mengajar dengan hati”