Di sebuah sudut Kecamatan Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, aroma sampah begitu tajam menyengat. Nampak empat wanita sibuk memilah-milah – mana plastik, sampah basah, kaleng, hingga besi.
RAHMAT KURNIAWAN / SULTENG RAYA
Namun, di tempat inilah, PT Vale Indonesia mengelola sampah bukan sekadar untuk dibuang, melainkan diolah, dimanfaatkan, bahkan didonasikan kembali ke masyarakat.
Tempat itu bernama Segregation Plant atau dikenal juga dengan TPS3R – Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle. Fasilitas ini berdiri sebagai wujud nyata dari komitmen lingkungan perusahaan tambang nikel tersebut. Setiap hari, sekitar 10 hingga 20 ton sampah dikelola di sini, dan dalam kondisi maksimal, bisa mencapai 30 ton per hari.
“Ini tempat untuk pemilahan sampah dari seluruh aktivitas operasional kami, mulai dari organik, anorganik, hingga limbah B3. Semuanya kami pisah dan kelola secara terpisah,” kata Senior Manager Environment Operation PT Vale, Muh. Firdaus Muttaqi, saat ditemui di lokasi, Jumat (25/7/2025).
Sampah organik yang terkumpul mencapai 500 hingga 700 kilogram per hari. Alih-alih dibuang, seluruh limbah ini diolah menjadi kompos berkualitas. Kompos tersebut dimanfaatkan langsung oleh PT Vale untuk reklamasi lahan tambang, pemupukan bibit tanaman, dan sebagian kecil diberikan kepada komunitas sekitar jika ada permintaan.
“Produksi kompos ini sebenarnya masih belum mencukupi untuk kebutuhan reklamasi kami, jadi sebagian besar masih kami gunakan sendiri,” jelas Firdaus.
Namun ada pula limbah organik yang dialihkan menjadi pakan maggot, sejenis larva lalat yang kini populer sebagai pakan alternatif berprotein tinggi. Maggot yang dibudidayakan pun tidak disia-siakan — mereka menjadi pakan ikan dan bahkan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
“Teman-teman komunitas lingkar tambang kadang meminta maggot untuk mereka gunakan. Jadi ada nilai tambah yang bisa mereka rasakan langsung,” tambah Firdaus.
Sampah Anorganik Jadi Sumber Ekonomi Komunitas
Di sisi lain, sampah anorganik seperti plastik, logam, botol, dan scrap besi, tak luput dari proses pemilahan ketat. Yang masih memiliki nilai jual kemudian disalurkan ke bank sampah atau BUMDes, bahkan didonasikan rutin setiap bulan. Dari sana, sampah akan melanjutkan perjalanan ke perusahaan pengelola untuk diolah kembali — menjadi barang baru, plastik baru, atau sumber energi alternatif.
Model ini bukan hanya soal mengurangi beban TPA, tapi juga tentang membuka peluang ekonomi bagi masyarakat di sekitar wilayah tambang.
Lebih dari Sekadar Fasilitas, Ini Soal Kolaborasi
Meski saat ini pengumpulan sampah baru dilakukan di Kecamatan Sorowako, PT Vale tak berhenti di sana. Perusahaan tengah menjajaki kerja sama dengan pemerintah daerah agar sistem serupa bisa diterapkan di kecamatan lain.
“Masih dalam proses. Harapannya, sistem ini bisa diperluas, agar pengelolaan sampah yang terpadu ini tidak hanya berhenti di satu titik saja,” kata Firdaus.
Kolaborasi yang telah dijalankan dengan komunitas juga menjadi bagian penting dari strategi Vale. Baik dalam pendistribusian kompos maupun budidaya maggot, keterlibatan warga sekitar menjadi wajah dari pendekatan yang tidak eksklusif.
Dari Limbah Menjadi Harapan
Langkah-langkah ini mungkin terdengar teknis di atas kertas. Namun ketika melihat tumpukan kompos yang menghitam matang, atau melihat anak-anak kampung memberi makan ikan dengan maggot hasil daur ulang, kita menyadari: ada sesuatu yang tumbuh dari tumpukan sampah — kesadaran, nilai, dan harapan baru.
PT Vale tak sekadar mengelola limbah. Mereka mencoba mengubah cara kita memandangnya: bukan sebagai akhir dari proses, tetapi sebagai awal dari siklus kehidupan baru. ***