Oleh : Kasman Jaya Saad

Bagi kita yang tinggal di Kota Palu, kenaikan harga tomat di pasar mungkin sudah kita rasakan. Sebagai konsumen, banyak dari kita mengeluh. Tapi bagi petani, momen ini terasa seperti embun di musim kering. Setelah berbulan-bulan menunggu panen, disertai curah hujan yang tak menentu, harga tinggi ibarat oase. Namun di balik optimisme itu, terselip kegelisahan yang jarang terdengar. Kegelisahan akan serangan organisme pengganggu (hama dan penyakit) tanaman yang bisa datang sewaktu-waktu. Ulat yang membuat tomat berlubang, dan akan jamur yang bisa menghitamkan hasil panen hanya dalam semalam. Tomat adalah tanaman yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Dalam situasi normal saja, petani sudah bergantung pada racun-pestisida. Ketika harga melonjak, tekanan untuk menghasilkan panen sempurna pun meningkat. Tak ingin ada tomat yang rusak, petani memilih jalan cepat: semprot, semprot, dan semprot lagi.

Pilihan kata “racun” dalam judul di atas memang provokatif, namun sengaja digunakan untuk menggugah perhatian dan menyuarakan kekhawatiran publik terhadap dampak negatif pestisida kimia. Kata “racun” membawa nuansa lebih kuat dan kritis, berbeda dari istilah teknis “pestisida” yang terdengar netral. Penggunaan kata itu bukan juga dimaksudkan untuk menyudutkan, tetapi untuk menunjukkan betapa berbahayanya zat ini jika digunakan tanpa kendali. Dan faktanya, banyak petani memang menyebutnya sebagai racun, karena mereka tahu, meski membantu, ia juga bisa membunuh.

Harga tinggi tomat seperti saat ini, sesungguhnya tidak membuat petani tenang, meski mereka menyambutnya dengan antusias. Sebaliknya, mereka justru menjadi lebih takut. Mereka sadar pasar tak memberi toleransi, tomat harus mulus, segar, dan tidak bercela. Bila ada yang busuk, jatuh harga atau bahkan ditolak pengumpul. Karena itulah mereka berjaga-jaga. Dan penjagaan itu dilakukan dengan cara menyemprot racun-pestisida lebih sering, lebih banyak, bahkan kadang dicampur dari beberapa jenis. Kecenderungannya itu begitu nyata, semakin tinggi nilai ekonomi, semakin besar tekanan, dan semakin gencar racun-pestisida itu digunakan.

Kondisi ini semakin kompleks karena distribusi pestisida relatif longgar. Banyak produk dijual bebas di toko pertanian tanpa pengawasan ketat. Edukasi tentang takaran aman, masa tunggu, dan dampak jangka panjang masih minim. Sementara petani berada dalam dilema, jika tak disemprot, panen bisa gagal. Jika disemprot berlebihan, mereka khawatir tentang dampak bagi kesehatan dan lingkungan.