Dan dibanyak institusi, keberlanjutan masih dilihat sebagai beban administratif atau tuntutan proyek. Program penghijauan, pengelolaan sampah, dan hemat energi hanya menjadi rutinitas tanpa semangat dan kesadaran. Padahal, keberlanjutan seharusnya tumbuh dari kesadaran bahwa manusia adalah bagian dari sistem kehidupan yang saling terhubung. Kesadaran ini tidak muncul tiba-tiba, melainkan perlu dibentuk melalui pendidikan, keteladanan, dan pengalaman hidup yang menghubungkan manusia dengan alam secara lebih intim.
Dunia tak kekurangan konsep. Yang kurang adalah kesadaran yang hidup dan membumi. Kita tidak butuh lebih banyak teori keberlanjutan, tetapi lebih banyak orang yang menjalani hidup berkelanjutan, dalam pikirannya, tindakannya, dan pilihannya. Ketika kita menyadari bahwa setiap tindakan, dari membuang sampah, memilih transportasi, hingga pola konsumsi, meninggalkan jejak ekologis, maka tanggung jawab moral terhadap bumi pun muncul secara alami. Kesadaran keberlanjutan tidak boleh berhenti di tingkat individu. Ia harus menjadi semangat kolektif yang mendorong perubahan kebijakan, ekonomi, dan budaya. Ketika kesadaran ini tumbuh secara luas, maka keberlanjutan tidak lagi menjadi proyek jangka pendek, tapi menjadi identitas dan cara hidup-budaya bersama.
Karena pada akhirnya, keberlanjutan bukan sekadar tentang menyelamatkan bumi. Ia adalah tentang menyelamatkan makna kemanusiaan itu sendiri, hidup dengan cukup, saling menjaga, dan mewariskan bumi yang layak huni bagi generasi yang akan datang. Tabeā¦