Oleh: Bara Winatha / Penulis merupakan pengamat sosial dan kemasyarakatan
Pemerintah terus menunjukkan keseriusannya dalam mempercepat hilirisasi industri baterai kendaraan listrik (EV) dan mendukung transisi menuju energi bersih. Langkah ini dipandang sebagai strategi jangka panjang dalam menciptakan ketahanan energi nasional sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis industri bernilai tambah tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi sumber daya alam, khususnya nikel sebagai bahan baku utama baterai EV, menjadi fokus utama pembangunan ekonomi nasional.
Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi PKS, Meitri Citra Wardani, mengatakan bahwa pembangunan industri baterai EV, seperti yang sedang berlangsung di Karawang, merupakan langkah strategis yang tidak hanya mendukung penguatan ekonomi nasional, tetapi juga mempercepat terwujudnya swasembada energi. Ia menilai proyek ini sebagai cerminan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan misi Asta Cita, khususnya dalam hal hilirisasi sumber daya alam secara berkelanjutan.
Lebih lanjut, pelibatan aktif warga di sekitar kawasan industri menjadi kunci dalam mendistribusikan dampak positif pembangunan. Proyek industri baterai berpotensi menciptakan ribuan lapangan kerja baru serta mendorong tumbuhnya UMKM lokal sebagai bagian dari efek berantai ekonomi. Pentingnya kolaborasi antara Indonesia sebagai negara pemilik sumber daya mineral dan negara mitra yang menguasai teknologi pengolahan.
Pembangunan industri baterai EV yang diproyeksikan memiliki kapasitas hingga 15 GWh ini diperkirakan dapat menghemat impor bahan bakar minyak (BBM) hingga 300.000 kiloliter per tahun. Angka ini menjadi bukti bahwa kebijakan tersebut sejalan dengan semangat mencapai kemandirian dan swasembada energi di masa depan.
Di sisi lain, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengatakan bahwa hilirisasi yang dilanjutkan dengan industrialisasi akan membawa Indonesia keluar dari ketergantungan pada konsumsi domestik semata. Ia menilai bahwa dengan mengembangkan sektor manufaktur melalui investasi pada industri strategis seperti baterai kendaraan listrik, Indonesia berpeluang menjadi negara maju berbasis industri. Hilirisasi ini akan meningkatkan daya saing industri nasional secara signifikan.
Investasi dalam pembangunan ekosistem industri baterai tidak cukup berhenti pada pembangunan smelter semata. Proses harus berlanjut hingga tahap akhir produksi dan perlu dilengkapi dengan komitmen transfer teknologi agar tenaga kerja lokal dapat ikut berkembang seiring kemajuan industri. Kesepakatan mengenai alih teknologi menjadi penting, terlebih ketika keterampilan tenaga kerja lokal masih dalam proses penguatan. Proyek industri baterai ini memiliki peran strategis dalam mewujudkan target emisi nol bersih (Net Zero Emission/NZE) pada 2060.
Sementara itu, di kawasan Indonesia timur, pembangunan industri baterai juga mulai menunjukkan geliat. Proyek Industri Baterai EV Terintegrasi di Tanjung Buli, Halmahera Timur, dinilai sebagai langkah konkret dalam mengangkat potensi ekonomi wilayah timur Indonesia. Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, mengatakan bahwa pemerintah daerah mendukung penuh agenda hilirisasi mineral yang menjadi prioritas nasional.