Penulis : Muhamad Ikbal Thola, S.Si., M.Si / Analis Kebijakan – Pusjar SKMP LAN Makassar

Di tengah gencarnya kampanye antikorupsi dan berbagai inisiatif reformasi birokrasi, integritas di Indonesia masih menjadi barang langka. Berbagai kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme terus bermunculan, bahkan menjerat pejabat tinggi negara. Fenomena ini menunjukkan bahwa penerapan nilai integritas belum membumi dalam sistem pemerintahan maupun perilaku keseharian aparatur dan masyarakat. Ibarat pepatah “jauh panggang dari api”, semangat membangun negeri yang bersih dan berintegritas masih sebatas wacana indah yang sulit diwujudkan.

Permasalahan integritas di Indonesia bukanlah isu baru. Sejak era reformasi, publik berharap lahirnya pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Namun realitas di lapangan kerap mengecewakan. Praktik suap dalam pelayanan publik, jual beli jabatan, penggelembungan anggaran proyek, hingga manipulasi data dan laporan menjadi potret buram birokrasi kita. Integritas seolah hanya menjadi jargon dalam pidato dan dokumen kebijakan, tapi absen dalam tindakan nyata.

Salah satu akar persoalan rendahnya integritas adalah lemahnya keteladanan dari para pemimpin. Ketika pejabat publik yang seharusnya menjadi panutan justru terlibat dalam pelanggaran etika dan hukum, maka nilai-nilai integritas kehilangan maknanya. Masyarakat pun menjadi apatis, bahkan permisif terhadap perilaku menyimpang. Tidak mengherankan jika budaya ‘asal bisa’ dan ‘yang penting untung’ tumbuh subur di berbagai lini kehidupan.

Sektor penegakan hukum pun tak luput dari sorotan. Padahal, penegak hukum adalah garda depan dalam menjaga integritas negara. Namun ironisnya, institusi yang seharusnya menjadi benteng moral justru tercoreng oleh berbagai kasus pelanggaran etik dan pidana. Banyak oknum aparat penegak hukum—baik di kepolisian, kejaksaan, maupun lembaga peradilan—yang terlibat dalam praktik korupsi, jual beli perkara, atau konflik kepentingan. Kepercayaan publik pun tergerus, karena hukum terasa tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Jika aparat hukum tak menunjukkan keteladanan, bagaimana mungkin rakyat percaya pada tegaknya keadilan?

Data mengenai kasus penegak hukum yang terjerat korupsi dan integritas menunjukkan bahwa hakim, pengacara, dan jaksa merupakan kelompok penegak hukum yang sering terlibat dalam kasus korupsi. Data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa sejak 2010 hingga 2025, terdapat 31 hakim yang terjerat kasus korupsi, pengacara sebanyak 19 orang, jaksa 13 orang, dan polisi 6 orang. Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan peningkatan signifikan kasus korupsi pada tahun 2023, dengan 791 kasus dan 1.695 tersangka. Data ini menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi masalah serius di Indonesia, bahkan di kalangan penegak hukum