(Catatan Kepedulian di Hari Lingkungan Hidup)
Oleh: Kasman Jaya Saad
Tahun ini, tahun 2025 hari Lingkungan Hidup mengusung tema global “Ending Plastic Pollution” atau “Hentikan Polusi Plastik”. Tanggal 5 Juni, kembali kita diingatkan akan bahaya sampah plastik yang dapat mengancam kelangsungan hidup kita dan ekosistem bumi. Di laporkan bahwa setiap tahun, lebih dari 300 juta ton plastik diproduksi di seluruh dunia, dan sekitar 50% dari jumlah tersebut hanya digunakan sekali sebelum dibuang. Plastik membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai, sehingga tumpukan sampah ini terus menumpuk di darat dan laut. Walaupun sangat bermanfaat, plastik telah merusak lingkungan akibat perilaku penggunaan dan buruknya pengelolaan sampah secara umum. Benar Prof. Anthony Ryan, Guru besar kimia di Universitas Sheffield, mengatakan bahwa bukan plastik yang menjadi masalah, tetapi bagaimana orang memilih untuk berurusan dengan plastik. “Plastic’s inanimate, so it can’t be bad, it’s what people do with it that’s bad.”
Di Indonesia masalah polusi plastik sudah lama menjadi isu hangat dan faktanya bahwa negeri yang elok dan kaya sumber daya alam ini memang menghadapi problem sampah plastik yang serius. Ada 5 fakta terkait sampah plastik di negeri ini yang perlu ditangani dengan baik yaitu; Pertama, bahwa plastik memiliki banyak kegunaan, praktis, mudah diperoleh dengan harga murah. Hal ini meyebabkan banyak pelaku industri mengandalkannya, karena dinilai dapat menghemat biaya operasional usaha. Perhatikan barang-barang yang dibeli,dari alat rumah tangga hingga barang elektronik yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dipastikan kemasannya terdapat unsur plastik. Kedua, sampah plastik didominasi oleh kemasan produk. Berdasarkan data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS), 65 persen sampah plastik di negeri ini berasal dari kemasan produk kebutuhan sehari-hari. Sebanyak 60 persen di antaranya berasal dari industri makanan dan minuman. Hal tersebut merupakan konsekuensi modernitas masuk melalui kemasan (packaging). Kapitalisme dan industrialisasi yang menopang modernitas menekankan pentingnya kemasan dalam setiap produknya. Sebagian besar kemasan adalah berbentuk plastik. Di sisi lain, masyarakat sebagai konsumen produk belum memiliki kesadaran untuk menggunakan plastik secara bijak. Pembuangan sampah kemasan plastik ini pun dilakukan sembarangan tanpa memilah terlebih dahulu. Hal ini berujung pada peningkatan jumlah sampah plastik di banyak tempat.
Ketiga, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), bahwa hanya 10 persen sampah plastik yang didaur ulang, sisanya, 90 persen dibiarkan begitu saja dan menjadi timbunan sampah. Keempat, pemilahan sampah di rumah tangga belum berjalan dengan baik. Banyak laporan menyebutkan bahwa kegiatan pemilahan sulit dilaksanakan karena terbatas atau minimnya fasilitas untuk itu, seperti di Kota Palu sampah rumah tangga tidak dipilah dengan baik, baik secara mandiri maupun di tempat pembuangan akhir (TPA). Pada akhirnya, seluruh sampah hanya akan dikumpulkan pada satu tempat pembuangan. Kelima, adanya Mikroplastik yang mencemari lautan. Prof.Mufti, guru besar UI mengingatkan bahwa mikroplastik adalah masalah serius di laut Indonesia. Mikroplastik merupakan ancaman bagi kehidupan, bukan hanya di ekosistem laut, tetapi juga di perairan tawar. Tubuh dapat kemasukan mikroplastik saat mengonsumsi ikan, kerang, atau organisme air lainnya. Ini mengkhawatirkan karena mikroplastik pada manusia mengakibatkan perubahan kromosom yang menyebabkan infertilitas, obesitas, dan kanker, serta meningkatkan respons imun. Ada 3,22 juta ton sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik. Dari jumlah itu, 0,48 – 1,29 juta ton di antaranya diperkirakan mencemari lautan. Dan negeri ini sebagai penyumbang terbesar kedua untuk sampah plastik di laut setelah Tiongkok.
Kesadaran Diskursif